Cerpen Jadul Gue::: Maya, Oh! Maya.

Maya, Oh! Maya.

Oleh: Gue

 

Hampir dua jam terduduk kaku di kursi bus jurusan Pandaan-Surabaya. Bau asap rokok, kentut kenek dan ketek embah-embah ditambah pula dengan aroma keringetku menjadi ramuan obat mujarobah yang bisa menidurkan seluruh penumpang bus. Tidak termasuk aku. setelah 4 jam tertidur di emperan terminal antah berantah.

Beruntung saja, sebuah bus diciptakan dengan seperangkat jendela kaca, bayangkan saja tanpa adanya piranti itu, mungkin sepanjang perjalanan aku musti memandangi seorang nenek di sebelah yang lelap tertidur dengan stalaktit buatannya. Sebuah mahakarya nyata yang bisa diciptakan hanya dengan memejamkan mata.

Di luar hanya ada pemandangan kambing-kambing yang merumput. Jadi teringat masa lalu dengan makhluk yang bernama Maya.

***

Waktu itu 1996, di sebuah perkampungan yang harmonis. Hiduplah aku dan teman-teman yang gemar bergumul di lapangan rumput usai sekolah. Ada saja macam permainan yang kita lakukan. Mulai dari mencari singkong (tentunya ngambil dari ladang mbah gito), hingga ngejar layangan putus.

Boring time melanda. Main upil sampe garing udah gak nafsu. Gulung-gulung di rumput masih terlalu dini-panas maksudnya-untuk dilakukan. Kebetulan ada seekor ayam tetangga tersesat di lembah penyiksaan (sebutan untuk lapangan tempat kami bersemayam). Entah setan apa yang membisikkan ke telinga doni untuk meng“aman”kan ayam nekat itu. Taktik gerilya direncanakan. Walhasil dengan asal-asalan semua jadi tak karuan. Berhamburanlah keempat bocah ingusan menangkap ayam tak berdosa itu. ‘awas mam!’, teriak doni sambil mengangkang. Dia masih ada hubungan sodara dengan aku, bedanya dia punya wajah yang bisa dijual, sementara aku diobral pun masih meragukan.

Ayam itu lantas menerobos celah dan dalam sekejap saja tangan Ferry langsung membekap ayam tak berdaya itu.

KEOK KEOK KEOK!!!!!! Keok keok keok!!!! Dan akhirnya sang ayam terdiam bingung. Apa yang akan kalian lakukan terhadapku??? Mungkin itulah kata-kata terakhir yang pernah diucapkannya. Karena tampak sebuah wajah memelas dan minta ampun dari pelupuk matanya.

Di gorok?!, bisik doni.

Di bakar?, Edi menyarankan.

Di sate kan enak?!!, tandasku.

Jangan, terlalu rumit!, terang doni.

Di panggang ae!, Aku menyahut.

Goblok! Dipanggang sama di bakar iku podho ae!, terang ferry,

Terus?!

***

Beberapa jam kemudian.

DITEMUKAN SEEKOR AYAM BETINA DARI LUAR ANGKASA!!! Layaknya ayam yang dipajang untuk dijual dipasar-pasar, tanpa bulu putih mulus. Sexy? Bisa jadi. Ayam itu kebingungan, hanya tersisa beberapa helai bulu di kedua sayapnya. Sementara di kepalanya menyisakan model mohawk sama seperti Robert DeNiro di film Taxi Driver.  Bener-bener futuristik style.

Baru kali ini aku melihat mata ayam yang nanar.

Bye-bye chicken….

Berlarilah Ayam DeNiro! Mengadulah pada majikanmu! Bilang padanya, bahwa sekarang kau tlah bebas. (paling tidak, yang merasa punya kamu bakalan illfill nge-liat hasil makeover-an kami)

Beberapa menit kemudian

Tak ada lagi kerjaan, kecuali tidur-tiduran di rumput alang-alang yang sudah pantas dibabat. Seekor kambing coklat, merumput tanpa malu-malu. Tampak payudara yang menggandul mencirikan kalo dia-padahal kambing-itu seekor betina. Tapi jangan bayangkan sang kambing layaknya model film BF. Karena masih bagusan si kambing dari pada asia carerra. Bagaimanapun juga, kambing nungging karena anaknya menyusu, asia carerra nungging emang siapa yang gak mau?

‘Eh, Bulek kana bawa clurit!’, bisik edi sambil mengendap-endap. Berempat kami meninggalkan tempat kejadian perkara. Bagaimanapun juga bukti forensik yang tertinggal di TKP masih ada, yaitu sebuah gunting dan alat cukur serta bulu-bulu unggas yang berserakan bercampur tanah.

Menyadari bahwa ayam yang baru saja di permak adalah milik bulek kana-tetanggaku yang ‘super’. Matanya belok, mulutnya lebar, telinganya besar, rambutnya keriting. Benar-benar wujud nyata dari tokoh boneka miss piggy yang memakai kemben+kutang hitam. Pengikut aliran norakisme-maka kami berusaha menyelamatkan diri dari tragedi carok massal.

Lupakan bulek kana.

Menyusuri sudut-sudut kampung mencari tempat persembunyian. Ujung-ujungnya kembali lagi ke tempat kamsiat(memang sengaja ditulis kayak gitu). Seperti pepatah aneh yang pernah menyebutkan “tempat paling aman untuk bersembunyi adalah tempat yang paling berbahaya”. Bagaimanapun juga bulek kana adalah bekas atlit gulat gaya bebas.

“Pura-pura mati aja?!!”, saranku

“Emang bulek kana beruang?!!”, Sahut ferry

“Terus……????”, tanya edi

“Ya sudah. Di sini aja. Pura-pura gak tahu kan beres. Entar aku yang ngomong kalo ditanya”, terang doni menenangkan kepanikan massal kami.

Tiba-tiba Doni mendekati kambing coklat itu kemudian mengelus-elusnya. Dengan mengikuti naluri perkoncoan, aku Ferry dan Edi mengikuti apa yang doni lakukan. Dari seberang bulek kana celingak-celinguk. Gelagat wanita setengah beruang itu seperti layaknya sheriff di film-film koboi yang memasang pengumuman buron most wanted.

Tanpa sadar kami sudah terbawa ke alam MAYA. Nama instan yang diberikan Doni untuk kambing coklat yang telah menyelamatkan kami. Maya kini tak sendiri karena ada yang menemani. Tubuhnya yang kecil menyisakan sedikit pilu buat kami. Akhirnya berempat kami sepakat memberi makan maya biar sehat dan kuat. Itung-itung sebagai balasan atas jasanya membiarkan bulu baunya di elus-elus.

Hampir maghrib, kami pulang ke rumah masing-masing, sementara bulek kana sudah tak tercium batang hidungnya. Mungkin sudah dikandangkan dari tadi. Dengan berat hati kami meninggalkan maya sendirian di lapangan. “sampai jumpa lagi maya!”, batinku .

***

Esok harinya setelah pulang sekolah di lembah nista…..

“MAYA MASIH ADA!!!”, teriak doni padaku dari jauh. Aku langsung meghampirinya. Tampak maya sedikit gemuk dari kemarin. Daun dan ranting muda dari pohon petai itu dilahapnya. Kunyahannya yang menggemaskan membikin kami ingin ikut bergabung makan. Tapi sayangnya tidak, dan aku pikir sebaiknya tidak.

“Kayaknya kita harus memelihara maya, sebelum dipelihara orang lain”, Doni membuka obrolan.

“Oke!”, jawabku enteng sambil mengelus maya.

Tak lama berselang doni dan ferry datang. Berempat kami berunding, merencanakan kelangsungan hidup maya. Mulai dari makanannya, tempat tinggalnya, olahraganya hingga percintaannya. Yang jelas, kami berupaya agar maya enjoy menjalani hidup barunya. Pada akhirnya kami punya rutinitas baru yang menyenangkan.

Maya kami titipkan ke saudara jauh-nya, yaitu bulek kana, karena secara kebetulan ada kandang kosong di belakang rumahnya.

“kalian boleh nitip, asal ada syaratnya!”, tegas bulek kana.

“Opo bulek syaratnya?!”, tanya doni.

“dalam jangka waktu 2 minggu, kalian harus bisa nemukan siapa yang telah menggunduli MAYA”, bulek kana menunjuk seekor ayam yang di balut dengan perban hingga menyerupai mumi. Mumi ayam atau ayam mumi?… dan yang lebih mencengangkan, ayam bugil itu namanya Maya…….. sebuah kebetulan atau TAKDIR?

***

Hari demi hari telah berlalu. Kehidupan kami dengan maya tampak harmonis. Kabar tentang kepemilikan maya pun tersebar kepelosok kelurahan. Ada sedikit kekhawatiran yang tersirat, namun kami berusaha untuk menutupinya.

 ***

Doni panik, Edi kikuk, Ferry bingung dan aku gak tahu harus ngapain. KENTANG, preman kampung yang keluar masuk penjara mendengar kabar hubungan kami dengan Maya (yang berkaki empat). Usut punya usut, ujung-ujungnya kami harus menyerahkan maya ke tangannya. Namanya juga preman, menjarah bukan masalah.

Bagaimanapun juga, kami terkadung cinta dengan maya. Mati-matian melindungi maya dari kejaran kentang. Mengungsikan maya dari satu tempat ke tempat lain. Hingga pernah maya hidup sehari di dalam kamarku. Namun belum genap satu jam, maya terpaksa diungsikan ketempat lain. Karena malam harinya aku terpaksa tidur di ruang tamu. Upaya melarikan maya dari kejaran kentang membuahkan hasil. Kini si preman krempeng itu gak lagi ngejar-ngejar.

 ***

genap sebulan kami berhubungan dengan kambing coklat itu. Rasa bosan muncul lagi, kami tak lagi seperti dulu lagi. Ferry sibuk dengan bimbingan belajarnya, Edi yang mulai konsen dengan bisnis toko bangunan milik ayahnya, Doni yang mulai dekat dengan “maya” asli dan aku yang gak ada kerjaan.

Pelajaran PMP akhirnya ada guna juga, kami bermusyawarah untuk mufakat. Mencari jalan yang terbaik buat “maya the goat”.

Ada banyak pilihan untuk menyingkirkan maya dari kehidupan kami. Mulai dari di jatuhkan ke jurang, di masukkan sumur, di cabuti bulunya hidup-hidup, di perkosa rame-rame hingga maya membunuh dirinya sendiri atau di kubur hidup-hidup.

Entah kenapa masalah tak terpecahkan. Pemikiran kami terlalu polos dan dangkal untuk sebuah perpisahan.

Pucuk di cinta ulam tiba, bulek kana ikut nimbrung bersama kami. Dan dengan entengnya dia menyarankan untuk menjual maya dengan harga pantas. Dia menawarkan harga yang menggiurkan “bagi” kami waktu itu.

Ke jurang, ke sumur, dan dikubur gak bakalan dapat uang apalagi diperkosa (malahan jadi tambah ruwet kalo entar maya minta pertanggung jawaban). Lha ini, tidak ngapa-ngapain sudah nerima uang.

 

DEAL!!!!!

 

Akhirnya Bulek Kana punya dua MAYA. Dan kami punya dua kemungkinan.

Benar-benar melupakan maya atau tidak.

***

Setelah transaksi beberapa hari yang lalu, kami sudah tak pernah lagi bermain di lapangan tercinta, tempat kami dan maya bertemu. Sekarang rumah Ferry-lah yang menjadi markas berkumpul. Karena di situ tersimpan karambol, papan catur, monopoli, kartu remi hingga domino, empat buah raket badminton dan mainan tidak penting lainnya. Semuanya adalah hasil dari cara kita bagaimana untuk dapat mengingat terus kenangan bersama maya.

***

Kabarnya kini, maya sudah banyak beranak pinak, bahkan bulek kana yang kini “menciut” makin kuwalahan. Entah sebuah bentuk penghormatan atau pelecehan, keempat anak maya, dinamai DONI, EDI, FERRY dan IMAM.

Hmmm………..aku rasa tidak masalah bila dibanding dengan kasus penggundulan maya. Maya, oh! Maya.

 

Gresik, 25 Oktober 2007

*penulisan masih kacau…. hahahaaaa*

~ by Imamie on October 28, 2011.

Leave a comment