Aneka Ragam Bahaya “pacaran virtual”

•November 10, 2021 • Leave a Comment

Awalnya nemu iklan app walla dari facebook, twitter dan lain lain. Yang ternyata versi ramah lingkungan dari app Blued. Install dan mulai pelan-pelan menguasai medan. Ada banyak kenalan. Dari yang usia belasan hingga yang sudah hampir karatan.

Kalau bukan mencari teman, ada yang sekedar have fun, mumpung jarak “nearby” nya lumayan berdekatan. Tapi gak sedikit juga yang memilih berpacaran. Walau berjauhan jarak. Yang orang-orang menyebutnya LDR-an.

Gambar ilustrasi

Awal kenalan, sapa-sapaan, basa basi, saling memuji, saling mengisi, saling menggoda, saling bilang suka, ujung-ujungnya saling sayang dan diakhiri dengan saling cinta, kalau bukan jadian apa lagi? Arisan online? Nggaklah!!

Jadian virtual bukan hal yang asing bagi para pengguna dating apps. Pacaran virtual jadi salah satu alternatif pilihan buat mereka yang kesusahan mencintai pacar idaman yang letaknya berjauh jauhan. Dan nyatanya lumayan efektif buat kita para non-heteroseksual yang kesulitan mengekspresikan diri karena sosial tidak terlalu permisif dengan kondisi saat ini.

Namun perlu digaris-bawahi, tidak semua bentuk relasi bisa berjalan lancar. Yang sudah bertemu langsung saja rentan dengan hal-hal yang tidak diinginkan, apalagi dengan yang virtual. sebaiknya pikirkan dulu jika ingin menjalin hubungan lebih serius. 

Berikut ada beberapa bahaya virtual relationship yang bisa saja kamu alami ini jika menjalin hubungan cinta dengan seseorang yang belum pernah kamu temui di dunia nyata.

Kasus penipuan yang berasal dari dating app sudah sangat sering terjadi. Ada korban yang ditipu secara materi, ada pula yang berujung pada tindakan kriminal. Memang tidak semua kawan pengguna dating app adalah penipu, tapi bagaimana bisa kamu mengetahuinya jika kamu tidak pernah bertemu dengan dia sebelumnya?

1. Rentan penipuan

Perlu diingat, pasangan yang sudah menjalin hubungan di dunia nyata selama bertahun-tahun saja bisa tertipu satu sama lain, apalagi menjalin hubungan dengan orang yang nggak pernah kamu jumpai. Daripada harus mengambil risiko, lebih baik ajak ia bertemu dulu agar kamu bisa mengenalnya lebih jauh. Setidaknya mengurangi resiko yang lebih besar. Mereka yang serius menjalin relationship pasti tidak akan mempersulit.

2. Sulit memperoleh hubungan serius

Hal yang paling sering dikeluhkan oleh kawan pengguna dating apps adalah susahnya menemukan orang yang cocok dan pas untuk diajak serius. Ada yang awalnya hanya coba-coba yang kemudian beranjak terlalu jauh dan akhirnya ketakutan sendiri. 

Tak jarang banyak kawan yang memilih hanya berhubungan sebatas virtual dan tak siap untuk jenjang yang lebih jauh. Karena banyak pertimbangan-pertimbangan, salah satunya soal privasi. Atau yang paling pamungkas yaitu takut keterusan nyaman dan melupakan kewajiban untuk mengawini lawan jenis.

Jangan harap ada secuil kebahagiaan bila hanya sebuah hubungan dijalani dengan ketidak-jelasan.  Kecuali konsep hidup kamu memang terdiri dari saripati kehaluan yang hakiki.

Menjalani hubungan virtual yang tidak serius hanya akan membuang-buang waktumu saja. Kamu jadi semakin menutup peluang untuk bisa bertemu dengan jodohmu yang “bisa diajak” serius bersama-sama.

3. Ghosting

Istilah ghosting menjadi sangat populer akhir-akhir ini. Ghosting sendiri adalah sebuah tindakan yang mengacu pada pihak yang meninggalkan pasangan atau teman dekatnya secara tiba-tiba tanpa ada kabar atau penjelasan sama sekali. Dari yang setiap hari berhubungan melalui chat atau telepon, sleepcall rutin, tiba-tiba si dia menghilang seperti di telan rawa-rawa.

Kalau kamu sudah memiliki perasaan terhadap pasangan kencan online-mu, tentu ghosting bakal terasa menyakitkan untukmu. Bahkan, ada yang bilang di-ghosting saat menjalin virtual relationship rasanya lebih menyesakkan dada. 

4. Sulit membedakan realitas dan dunia maya

Pacaran di dunia maya memang banyak risikonya, salah satunya kamu akan menjadi kesulitan membedakan realitas dan halu. Secara tidak langsung, kamu akan mendoktrin diri sendiri untuk menjadi pacar virtualmu ini seolah seperti pacar di dunia nyata. Yang lebih menyedihkan, ketika ada orang di dunia nyata yang ingin PDKT denganmu, kamu justru mulai membanding-bandingkannya dengan pacar virtualmu.

Tanpa kamu sadari, kamu telah menciptakan ‘tembok’ yang memisahkan antara realitas dan dunia maya. Kamu jadi nggak bisa berpikir dengan logis karena telah menganggap sesuatu yang dari dunia maya sama dengan yang nyata di depanmu. Kalau sudah begini, siapa yang repot?

5. Risiko diselingkuhi

Pasangan yang sering bertemu saja bisa terlibat perselingkuhan, tentu saja nggak ada jaminan bagi kamu yang menjalani virtual relationship untuk bisa terhindar dari perselingkuhan. Justru risiko diselingkuhi semakin tinggi, karena kamu menjalin hubungan jarak jauh, terlebih tak pernah bertemu sebelumnya.

Tidak adanya pertemuan tentu membuka peluang yang besar untuk berselingkuh. Terlebih kamu nggak tahu jelas asal-usul pasangan virtualmu ini. Alih-alih bisa mengecek ke rumahnya, bagaimana jika yang diberikan kepadamu adalah alamat palsu? Dari kesemuanya, point ini lah yang sering digaungkan oleh kawan pengguna dating apps atas ketakutannya bila menjalani hubungan LDR terlebih lagi secara virtual. Atau bisa jadi, kamu sedang halu diselingkuhin orang yang tidak jelas eksistensinya di dunia ini.

Tjoet Nja Dhien

•May 19, 2021 • Leave a Comment

Restorasi…..

Kesempatan langka bisa menikmati filem yang luar biasa ini, jangan lewatkan

Bigo dan Mami Jahat (Part 2 / Habis)

•December 14, 2020 • 3 Comments

Well, kali ini gue mau menyambung kembali kisah-kisah gue yang berkaitan dengan dunia BIGO. bagi yang belum tau apa itu Bigo, bisa cek kembali tulisan gue klik disini.

Setelah menulis panjang lebar di part 1, kini gue ngerasa harus menuntaskan apa yang udah gue tulis di part pertama sekaligus menutup kisah yang harus gue selesaikan. Dan kebetulan banget gue mengalami kejadian yang sangat tidak menyenangkan di aplikasi tersebut. SUMPAH, Gairah gue bermain bigo hilang 100%, gak kayak dulu-dulu.

Kalau dulu gue bahas soal kehaluan yang gak berbatas, sekarang gue mau sedikit mengupas soal pertemanan. 

Pertemanan macam apa sih yang ada di dunia Bigo? Banyak sih macamnya. Salah satunya adalah teman tapi bangs*t. Ternyata ada, tapi gue gak bisa bilang banyak banget. Segalanya ternyata ada motif. Jadi jangan melulu percaya bahwa yang baik adalah baik. Malahan justru yang bangs*t di Bigo di kehidupan nyata malah berbanding. Tapi gak jarang juga sih, di Bigo dan di dunia nyata sama-sama bangs4t. Entah gue termasuk yang mana, karena sejauh ini, dalam kaca mata gue, dan dari berbagai pengalaman menginstropeksi diri, selama berkecimpung di perbigoan, gue tidak mau menyalahgunakan format pertemanan untuk kepentingan kepentingan yang negatif (terkecuali dengan mereka yang memang sudah mengenal gue dengan baik). Jadi yang mengaku-ngaku mengenal gue, justru sebenarnya tidak mengenal gue dan kayaknya juga gak layak buat menilai gue sedalam dan sejauh apa gue. 

Bahkan sampai detik ini, tak ada pun dari user-user bigo yang paham dengan kegiatan real life gue. Karena gue hanya share seperkelumit kisah hidup gue. Tidak lebih. Terkecuali dia sudah bertemu dan tahu siapa gue, baru gue lebih sreg dan pas buat mencaci maki atau menghina gue kalau emang giue layak dan pantas dihujat. Tapi nyatanya, gue bersyukur bahwa cacian itu belum pernah mendarat ke gue SECARA LANGSUNG. Kalau di belakang gue itu lain soal. Hahahahaa.

Hingga di pertengahan November 2020, drama Bigo itu datang lagi. Begini ceritanya.

Sebut saja, ada anak bigo bernama Taicing, ini anak masih muda, labil, emosinya gak stabil, little bit psycho dan cenderung mau menang sendiri. Kenapa gue bisa menyimpulkan demikian, karena ada cases dia curhat segala macam perlakukan dan kegiatan dia sehari-hari dan dari apa yang gue simpulkan, ini anak gak beres secara kejiwaan. Tapi gue gak mau bilang dia gila atau apa, yang jelas, ini anak cukup bikin gue mundur alon-alon tapi tidak untuk menghilang. Karena tipikal anak yang dikasih Hati minta Jantung. Padahal gue punya-nya cuman tai. Pasti dia gak mau dikasih tai kan. Dulu sempat deket namun karena sebuah kejadian, yang berhubungan dengan sifat dia yang “keras” gue memilih menyusutkan kadar pertemanan. Karena bagi gue pasti toxic. Toh gue sih gak ada masalah kehilangan sebiji. Pepatah orang tua, temen dikit tapi berkualitas itu lebih baik, yekaaan?! 

Lanjuut gaess

Setelah hilang komunikasi, eh entah kenapa balik nyambung lagi. Gue yang memulai, karena kasihan juga liat dia. Udah gue anggep apa ya? Yang jelas udah gue anggep deket. Namun gue agak pikir-pikir untuk kembali deket sama dia, takutnya kenapa-kenapa. Secara ada kasus yang baru dia alami dengan Mantan kekasihnya. Pertama, dulu saat dia berkasus, nasehat gue dianggap angin lalu. Dan giliran apa yang gue takutkan udah kejadian, malah kayak filem horror. Menebar teror ke “mantan” yang seakan-akan menormalisasikan kejahatan dia menjadi hal yang lumrah. Yang pelakor siapa, yang doyan ikan asin siapa?,  dan masih ada alasan lain, untuk gue berjaga jarak. 

Dan kemudian ini anak rupanya bermasalah dengan temen gue juga sebut saja Ulala. Si Ulala ini dikenal sebagai pribadi yang ANGKER. Dikarenakan mulutnya yang ceplas-ceplos terkadang menyakitkan. Sehingga banyak yang males buat berhadapan sama dia. Gue sih gak menganggap itu sebagai ancaman, ya karena dia baik sama gue, ya gue baik sama dia. Hukum kehidupan yang biasa gue pake. Tapi entah kenapa setiap berhadapan dengan yang lainnya, dia mempunyai sikap yang “pedes” banget. Hingga tergerak hati ini untuk menelusuri sisi kehidupan dia yang lain. Bagi gue tak butuh lama untuk mengenal seorang Ulala. Hingga kita terjalin komunikasi yang intim (bukan intim secara romantis). Bukan sebuah kebanggaan juga gue bisa mendapatkan nomer whatsapp dia, sementara yang lain berlomba-lomba minta nomer dia, dikasih pun itu bukan nomer wa yang asli. Kedekatan gue dan Ulala tidak berbatas pada Bigo. dia ternyata tipikal yang jauh berbeda dari apa yang dia tunjukkan di Bigo. Sopan dan humble enough. BEREDA BANGET. Poin ini kudu gue garis bawahi. 

Secara stuktur wajah dan penampakan, tidaklah mengecewakan. Yang jelas banyak akun -akun bigo lain yang “ngejar-ngejar” Ulala, walau hanya sekedar stalking profile-nya, hal apapun, Ulala selalu laporan ke gue bila ada apa-apa. Usut punya usut, dia beberapa kali sering dikecewakan “teman” yang berusaha “menaikkan” level demi terlihat setara dengannya. Sementara Ulala sendiri tidak suka dengan itu. Alhasil kejujuran dan “mulut manis” bekerja. Tidak sekali dua kali, namun berkali-kali, maka dari itu Ulala muak dengan kemunafikan. Dari situ gue melihat, bahwa sikap arogansi dia adalah bentuk dari manifestasi perlawanan dia terhadap permasalahannya. Dan gue menganggap bahwa itu adalah hak dia. Kalo bagi dia toxic, gue bisa apa? Kenapa juga gue harus mengatur cara hidup dia? Toh dia juga sebenernya sudah tau mana yang bener dan yang salah. Gila kali ya kalau dia tidak bisa membedakan kebaikan dan keburukan. Yang jelas, dia sadar dengan apa yang dia ucapkan. Dia juga paham dengan konsekuensi, kenapa dia bisa seberani itu ngomong nyelekit di sana-sini. DIA MENGANGGAP BIGO HANYA SESUATU YANG TIDAK BERPENGARUH PENTING DALAM HIDUPNYA.  Seharusnya kalimat ini sudah menjawab semuanya.

Nah bayangkan, karakter Taicing bertemu Ulala, dalam mode berantem. Ya gue sih gak peduli mau mereka berantem bercanda atau apalah-apalah. Toh bukan untuk yang pertama juga mereka berselisih. Kenapa mesti gue yang repot. Nah masalahnya, Taicing menganggap bahwa gue ikut andil dalam konflik tersebut. Dia melihat kalau gue timpang dalam berteman. Tidak adil lah, gak fair lah, condong pro-Ulala lah. Sementara Ulala juga gak ada motif untuk mempengaruhi gue buat “membenci” Taicing. Malah yang ada si Taicing yang buru-buru pamitan dari pertemanan dan tidak akan menjalin komunikasi lagi buat gue. Itu pun dia menyampaikan pesan tersebut lewat Jamala (masih nama samaran) untuk diteruskan ke gue. Mau tau respon gue, “Ya udah.”

dan FYI, Jamala juga menganggap bahwa Taicing terlalu kekanak-kanakan dan emosi. Sehingga keputusan gue juga bukan keputusan yang wow banget. Gue sih gak menyayangkan hal-kejadian tersebut. Karena memang udah gue prediksi dari awal. Dan FIX, Taicing minggat dari kehidupan gue. Semua akses komunikasi entah dari bigo, sosmed dan wa sudah ter-block dengan sempurna. Gue sih ngakak dalam hati. (Kok nggak dulu-dulu).

Dan lucunya, di awal Desember,  Jamala tetiba mem-block akun bigo dan WA gue. Yang sebelumnya dia mengirimkan Screenshot kalau Ulala sudah memblock si Jamala. Bigo dan WA. dia mempertanyakan kenapa dia di-block oleh Ulala, padahal konflik itu ada sama Taicing. Rupanya Ulala juga ternyata “jijik” dengan karakter Jamala. Dengan berbagai alasan yang disebutkan, gue pun hanya bisa mengiyakan. Karena gue memang harus melihat kenyataan yang ada. Ulala ternyata melihat sosok Jamala adalah pribadi yang lebay. Dari penilaian tersebut, Ulala memilih untuk stop berhubungan dengan Jamala. 

Nah, dari situ Jamala protes ke gue, dan menganggap gue salah memihak. Didalam otak Jamala, gue karena ada “rasa” pada Ulala sehingga gue terkesan “membela” ya membela atau tidak kan itu juga hak gue sih, kenapa kok malah repot ngurusin gue harus ada dimana dalam memilih keberpihakan. Kan aneh jadinya. Padahal selama konflik gue gak menutup akses buat berdiskusi untuk membahas soal konflik yang ada, eh ini malah gak permisif, cenderung ambil keputusan sendiri. Dan merasa paling benar. Gue sih malah nanar dan kasihan. Bahkan mengecap gue sebagai orang yang gak bijak lah, gak adil lah, dibutakan oleh cinta daln lain-lain. hingga banyak gossip beredar, gue tukang adu domba lah, sungguh bikin gue ngakak setengah mati. karena yang lucu dari Jamala adalah bahwa setelah dia mengamini kalau si Taicing itu gak penting, eh giliran saat dia di”putus”in si Ulala, kini dia berpindah dan memilih berpihak ke Taicing. kan lucu. kayaknya air ludah gurih kali yess. yang dibilang taicing itu walau dia labil , tapi masih labil dan kekanak-kanakan si Ulala. Nah sekarang yang paling LABIL siapa? atau udah beda tipis batasan antara Labil dan oportunis, nyari aman. memanfaatkan peluang? ah sudahlah. wkwkwkwkk.

Kata-kata yang muncul dalam keadaan emosi memanglah sangat jahat sekaligus dangkal. KAMU BAKAL MELIHAT KEBODOHAN SAAT ORANG TERSEBUT EMOSI/MARAH. Oleh karena itu gue tidak merepon atas apa yang menjadi alasan dia dan tanggapan dia. Tapi yang bikin gue sampe sekarang susah diakal adalah, kenapa dia bisa-bisa nya block gue. Ini kan berarti ada yang salah. Tapi hidup gue masih harus terus berjalan. Toh hanya segelintir orang gak bakal mempengaruhi hidup gue. Yang paling jahat adalah, hasutan agar gue stop untuk dekat dengan Ulala. 

Yang punya kuasa dan kontrol penuh atas jiwa dan raga gue adalah gue. Bukan orang lain. Mau berbasis masukan atau saran, tapi kalau bagi gue adalah hasutan, buat apa? Kalau ada orang yang busuk dengan mu, tapi baik dengan kita, jangan-jangan yang busuk itu kamu, bukan gue atau orang lain. Itulah kenapa orang harus selalu rutin untuk bercermin, introspeksi diri itu perlu. Dari cerita itu akhirnya gue pelan-pelan memilih untuk melepas Bigo, bukan karena gue kalah atau merasa salah. Tapi terlalu banyak kandungan racun di dalam nya yang selama ini gue coba untuk bertahan.

Namun kali ini, gue memilih untuk fokus pada hidup gue yang sebenarnya. Tidak lagi menggunakan Bigo sebagai jiwa yang merasa sok benar. Tapi sesekali mungkin bakal mengunjungi dunia Bigo kalau lagi kangen doang (gak tau deh). Karena kali ini gue harus mengurusi hidup gue sendiri. Biarlah mereka berserakan di alam Bigo dengan berbagai konflik yang mereka ciptakan sendiri. 

Yang memang teman sejati pasti tahu harus lari kemana bila ingin menyapa gue. Buat kamu yang mungkin sedang membenci gue, thanks sudah menyempatkan buat membaca. Kalau ternyata kamu ada merasa, berarti seharusnya kamu tau harus berbuat apa setelahnya. 

Oh iya, BTW gue bukan tipikal orang yang ketika berkonflik malah nyari kubu buat mengumpulkan masa demi pembenaran fakta. Kalau teman pasti bakal tahu klarifikasinya kemana. 

Sepertinya gue sekarang mencapai pada level kekecewaan tingkat tinggi. Ketika pertemanan sedang diuji, malah dengan gampangnya Jamala memutuskan pilihan yang keji. Hahahaha. Tapi tak mengapa. Toh gue jadi tahu kamu kawan macam apa. Tidak menyesal pun gue pada akhirnya. Kasihan saja kayaknya.  

Toh gue jadi paham juga, terlalu banyak kekurangan gak bagus juga buat dijadikan kawan. Yang pasti -pasti aja memilih jalan hidup. Jangan mengharapkan kehaluan yang didoakan menjadi nyata. Karena hidup gak hanya bertumpu pada selangkangan saja. Tuhan menciptakan otak untuk berpikir, bukan sekedar sovenir. Tapi mohon maaf kalau ternyata otaknya ada di selangkangan. Beda pemikiran kita.

Last but not least,

Untuk kawan-kawan Bigo yang tidak terlibat dan kebetulan membaca tulisan gue, ini adalah bentuk curhatan gue yang terakhir tentang bigo. Sepertinya gue sudah tidak bisa melihat lagi apa yang menarik dari Bigo.

Keyikeda sepertinya juga udah mulai capek buat nyari sensasi, atau sudah ada pengganti dia, the New Ikeyda. Tolong kasih tau kalau ternyata Taicing atau Jamala adalah the New Ikeyda. 

Mungkin ini imbas gue kena banned tanpa alasan yang jelas dari Bigo juga sih. Jadi agak sensitif. Gue gak ikhlas sih dibilang baper. Karena baper ini pun wajar. Bigo udah gak kayak yang dulu. Lebih kekeluargaan, beda dengan sekarang, Bigo kehilangan jati dirinya, atau memang sudah berubah. Entahlah gak penting juga sih. 

Goodbye semua. Salam buat anak-anak baru di bigo. Semoga mendapatkan pengalaman yang indah. Karena di Bigo juga masih banyak orang-orang baik (yang belum tersakiti).

TAMAT

(nb: sampai tulisan ini gue posting, gue masih komunikasi wajar dengan Ulala , oia, cara gue buat klarifikasi keadaan memang dengan tulisan, bukan dengan gossip. Jadi bisa dipertanggung jawabkan. Thx)

42-425039_100-quality-goodbye-hd-wallpapers-bye-bye-wallpaper

Film ::: Love Next Door 2 (2015)

•August 14, 2020 • Leave a Comment

Yang pasti, dari judulnya bisa langsung menebak, bahwa ini adalah sequel. Namun filem ini bisa berdiri sendiri tanpa harus menikmati filem yang pertama. Seingat gue sih, kayaknya filem yang pertama lebih menceritakan soal tamu yang nyasar kamar untuk keperluan transaksi seksual.

Sementara yang kedua ini lebih berkutat bagaimana akhirnya si tokoh utama yang bernama Kao mencari pekerjaan halal, yang penting cukup buat bayar kosan and makan sehari-hari. Ada dilema juga sih antara ngucing lagi atau gimana. Yang jelas ternyata nasib mujur sebagai lelaki yang memiliki perawakan proposional mencari pekerjaan di Thailand itu sungguhlah mudah. Sepertinya.

Selama badan lu muscle, tapi wajah bisa keangkat dari ke-muscle-an itu. Malah bisa menyingkirkan mereka mereka yang lentur lentik loh jinawi. Yang digambarkan si ngondek yang gemar julid sama tempat dia bekerja.

Well, cerita bergulir, Kao mendapat rekan kerja yang sama sama job seeker juga. Nut namanya, pindahan dari kota lain yang ingin mengais rejeki demi menghidupi keluarganya yang di kampung. Ditambah lagi kondisi ayahnya yang sakit-sakitan, butuh dana untuk pengobatan.

Konflik muncul seperti biasa, apakah ngucing biar dapat duit cepet, atau menerima pinjaman dari Kao, agar Nut bisa mendapatkan uang untuk berobat Ayahnya?

Filem ini sangat BoysLove sekali. Tak mengindahkan kerangka berpikir, dan hanya menampilkan hal-hal cliche sehingga yang nampak dipermukaan hanyalah sebuah kelucuan slapstick yang ditampilkan melalui aktor pelawak di filem ini. Yang notabene diwakili oleh mereka yang berpenampilan feminim. Bua dan Tangkwa, serta Hanoi, keponakan dari owner restoran. Ntahlah, sepertinya Thailand kehabisan cara untuk membuat komedi romantis. Sehingga apa yang terlihat menjadi biasa saja.

Beruntungnya gue nonton filem ini di tahun 2020, sementara filem ini sendiri diproduksi tahun 2015, sehingga kalau filem ini dibikin di tahun 2020, gue gak yakin respon macam apa yang bakal didapatkan dari filem tersebut. Sampah? Why not?

Tak ada rekomendasi buat kalian untuk menonton filem ini, walau memang sepertinya ada banyak sekali pesan yang ingin disampaikan sang sutradaranya, terkait penerimaan identitas, anti bullying, keamanan dalam transaksi seksual, bahkan soal persahabatan dan kepercayaan. Namun semua itu kembali lagi menjadi biasa, karena di sepanjang filem ini gue tidak menemukan x factor yang membuat gue jatuh cinta, terlebih suka.

Setelah menonton hanya bereaksi, oh yaudah. Wasalam. Begitu saja. Semoga tidak ada lagi Love Next Door yang berikutnya. Langsung Next judul yang lain ajaaah sepertinya…

Film ::: Love Love You (2015)

•August 10, 2020 • Leave a Comment

Terkadang halu itu perlu. Tapi lebih banyak gak perlunya. Bicara soal halu, gue baru aja nonton film Thailand berjudul Love Love You. Dan sepanjang nonton gue hanya bisa bergumam dalam hati. “Memang sih, yang di filem itu bisa aja terjadi, tapi 1 banding sejuta”, sungguh ya, Thailand ini paling bisa deh bikin para cong cong kita baper. Filem yang disuguhkan bener bener memberikan harapan palsu.

Mungkin gue akan sedikit menceritakan kisahnya yang bak dongeng menjelang tidur. Ketika seorang remaja bernama Gump yang baru masuk kuliah, dia dihadapkan pada sebuah pilihan. Hidup bareng di apartemen bersama keponakan dari teman ibunya. Atau tinggal serumah dengan pacar lelakinya, Nai.

Konflik ceritanya lebih kepada, siapa yang lebih setia, kalo masing-masing pasangan dihadapkan pada posisi dimana mereka berdua akan dipertemukan dengan “pasangan baru” sebagai ganti pasangan lama. Yang satu adalah mantan yang masih rasa kekasih, dan satunya lagi pemuda hetero yang baru putus dari ceweknya namun memiliki gay material.

Sebenernya kisah macam ini sudah klise untuk ukuran filem Thailand boyslove. Jatuh cinta, uji kesetiaan, kesabaran, jatuh cinta, patah hati, balikan, salah paham, gagal mencinta dll.

Jadi gue nya gak menemukan hal baru yang bisa gue dapatkan dari menonton film ini. Namun karena dari awal gue menontonnya sudah tanpa berekspektasi lebih, sehingga lancar lancar menonton film ini hingga credit. Walau pada akhirnya ada rasa sesal, karena gue gak menemukan sesuatu yang mengenal sehingga ini pun gue membuat tulisan juga ala kadarnya, yang jelas dibilang menarik sih enggak. Gak menarik juga enggak. Filem ini B aja menurut gue. Jajaran cast yang memang dipasang buat memanjakan mata. Sempilan pelawak pelawak ngondek yang lumayan gak berlebihan.

Kalau memang menggemari BL, mungkin filem ini bisa jadi alternatif pilihan. Tidak terlalu gue rekomendasikan. Tapi kalau gabut dan lagi bete, bisa jadi ada dua kemungkinan, gagal menonton filem ini, atau justru sukses dengan menonton filem ini karena bisa jadi problematikanya hampir ada mirip miripnya dengan kita.

Dan yang pasti, jangan pernah berhenti untuk bermimpi, karena garis hidup seseorang gak pernah sama. Siapa tau, jodohmu ternyata semacam Nai. Mimpi boleh lah, asal jangan kebanyakan ajah. Halu boleh, asal inget pulang ajah.

Film(Series) ::: 2Gether (2020)

•August 6, 2020 • Leave a Comment

Bersyukurlah diriku ini yang diperkenalkan sebuah platform streaming filem online berjudul Netflix. Sungguh sangat terbantu aktivitas menonton filem-filem yang mungkin tidak bisa diakses di media bioskop. Secara sudah total menghindari ritual mengunduh filem secara illegal. Ketika Youtube juga menyediakan beberapa filem-filem yang mungkin masuk dalam list yang kudu gue tonton, niscaya sampai detik sekarang sudah menghindari kegiatan yang tidak terpuji.
Ada bentuk kebanggaan yang muncul dari dalam diri gue, karena bisa membantu dan mendorong semua insan pekerja filem baik local maupun luar, bahwa bentuk apresiasi ke mereka adalah membiarkan mereka berkarya dengan indah dan menikmati dengan cara yang indah dan menyenangkan juga.
Pada intinya kita sudah harus bisa membedakan mana hal-hal yang tidak pantas kita lakukan dalam menikmati keajaiban sebuah mahakarya kehidupan. Sinema adalah potongan keajaiban yang bisa kita temui setiap saat setiap waktu. Bersyukurlah masih ada insan yang tetap mau berkarya dan memproduksi sebuah filem tiap harinya… bersyukurlah!

2gether_4
Dari Netflix gue menonton Series produksi negeri Gajah Putih, berjudul 2Gether. Dari poster gue sudah merasa yakin bahwa filem ini pasti tidak jauh-jauh dari kisah boyslove (BL) / LGBTcorner. Yang sudah terlalu marak untuk diproduksi oleh Thailand. Entah itu dengan low-budget atau yang modalnya jor-joran dengan banyak sponsor di mana-mana. Terkadang gue berpikir, ini adalah strategi Thailand dalam menggencarkan promosi Welcome to Thailand kali ya… ramah LGBT dan pelangi lah pokoknya.

Bukan BL kalo tidak menyuguhkan kisah-kisah yang cukup menggalaukan jiwa. Beruntungnya gue sudah kebal dengan tema-tema percintaan sejenis maupun tak sejenis. Mungkin akan lain soal kalau kisah percintaannya terjadi antara Bambang dengan gagang pintu masjid.

Filem seri yang terdiri dari 13 episode dan bisa juga dinikmati di channel youtube GMMTV ini menceritakan tentang seorang mahasiswa Fakultas Hukum yang bernama Tine. Sudah menjadi tipikal remaja Thai, atau memang sebuah langkah pembentukan karakter baru di dunia perfileman Thailand, bahwa segala sosok yang nampil di hampir keseluruhan episode 2Gether ini adalah sosok common yang dibilang Bening, manis, putih, lucu, blasteran, dempulan oke, bibir merah menggoda, lakik (kadar maskulinitasnya berlebih) dan yang selalu muncul adalah ngondek (kadar feminis-nya tumpah-tumpah). Dan yang terakhir ini yang biasanya menjadi bahan lelucon. Dari dulu hingga sekarang.

Sehingga ketika Tine dipertemukan dengan Green si gemulai bar bar, dari sinilah permasalahan filem ini dimulai. Tine yang notabene merasa bahwa dia masih suka perempuan membuat kehidupannya di kampus selamanya gak bakal nyaman kalau keberadaan Green selalu menghantui hidupnya.

Padahal mantan-mantan Tine bisa dibilang datang dari berbagai karakter perempuan. Ada yang cantik, ada yang narsis, ada yang tak terduga dan kesemuanya datang dengan segala tapi, sehingga tak satupun yang lama untuk singgah mendarat di pelabuhan hati Tine.

Tak mau reputasinya hancur gara-gara ulah Green yang selalu mendekatinya, Tine dibantu kawan-kawan geng-nya berpikiran untuk menjauhkan Green dengan cara yang cukup gak masuk akal. Memacari mantan lawas yang lumayan cantik. Namun ternyata cara itu tidak membuat Green meluruhkan niatnya untuk terus mengejar-ngejar cinta Tine. Hingga kemudian Tine and the Gang mengubah rencana dengan berpura-pura untuk memacari cowok. Karena kalau sekedar cewek sepertinya tidak bakal menyurutkan niat Green.

2gether_2
Yang jadi masalah sekarang adalah, adakah cowok yang mau berpacaran (pura-pura) dengan si Tine? Hingga pemilihan menyasar dan jatuh pada sosok Sarawat. Cowok Idola kampus yang mengambil jurusan Ilmu Politik ini memiliki Kharima di atas rata-rata. Daya Tarik seksualnya luar biasa. Gayanya juga cool menghanyutkan. Siapa yang tak leleh melihat penampakannya. Sebuah kebangsatan anak manusia yang lumayan mengguncang jiwa. Khususnya bagi warga sesama.

Sarawat memang modelnya kelewatan. Sepanjang episode awal hingga akhir daya tariknya tak pernah hilang. Jual mahalnya keterlaluan. Membuat Tine yang awalnya biasa saja, menjadi merasa serba canggung. Permohonan Tine untuk membujuk Sarawat agar bersedia menjadi pacar (palsu) nya demi menghindari kejaran Green pada akhirnya diterima Sarawat. Dengan beberapa syarat tentu saja.

Lambat laun, kepura-puraan cinta itu pada akhirnya menjadi sebuah yang nyata. Bukan kepalsuan. Sarawat menyatakan kalau dia tidak berpura-pura dalam hal memacari Tine, sementara Tine yang memaksakan diri untuk memacari cewek baru idamannya akhirnya kandas di tengah jalan, lantaran kebingungan sikap yang dia terima dari Sarawat. Sarawat cukup intens memberikan sebuah rasa. Tarik ulur Tarik ulur tidak bisa dihindarkan lagi. Drama percintaan Tine dan Sarawat semakin mendalam. Belum lagi orang-orang yang berada di sekitar mereka berdua. Sebut saja gang Tine yang cukup suportif sekaligus destruktif, dua sahabat Sarawat yang tengil, Green si bencong alay, dll. Mereka semua berhasil membuat hari-hari Tine dan Sarawat menjadi lebih hidup.

Filem seri yang mengambil sudut kehidupan anggota klub music dari sebuah kampus di Thailand ini bisa dibilang sedikit menyuguhkan nyata dan lebih banyak menebarkan mimpi-mimpi. Apalagi bila ditonton oleh sebagian besar warga sesama Indonesia.

Di filem ini, kita akan dihadapkan sebuah warna pastel cerah merona sepanjang hari. Bagaimana dunia pelangi itu dirasakan indah, seindah mimpi Budi yang sedang jatuh cinta. Penggambaran nyata atas situasi dan kondisi di Thailand yang seakan-akan bahwa keberagaman seksualitas sangat –sangat diterima oleh para remajanya. Bagaimana itu semua tidak dipermasalahkan. Asal tidak mengganggu satu sama lain. seakan-akan LGBT sudah ternormalisasi dengan sedemikian rupa.
Karena lucunya, dalam filem series ini, faktor kebetulan-nya banyak sekali muncul. Seakan-akan kita akan terkecoh dengan series ini. Bagaimana tidak, twist-nya terlalu dipaksakan. Bayangkan saja, (SPOILER ALERT) kalau ternyata saudaranya Tine dan Sarawat juga sama-sama warga cinta sesama. Tapi lupakan plot cerita tersebut, karena kalau kita terlalu mengkritisi filem ini sangat mendalam, yang ada esensi sebenarnya dalam file mini akan menghilang. Apa itu? Yaitu sebuah penerimaan diri.

Kadar mencintai dengan ketulusan itu sangat berbeda dengan kadar mencintai yang dipaksakan. Semua ada prosesnya. Ternyata Sarawat bukan lah orang baru yang mengenal Tine. Ada kisah yang tak tertuang di awal-awal episode. Hingga di akhir episode digelontorkan satu per satu. Dan hal ini lah yang cukup sukses membuat kisah cinta Tine dan Sarawat bisa masuk kategori sweet romantic. Memendam rasa, mencurahkan perasaan, memang dua hal yang tidak pernah lepas dari fase berpasangan.

Kalau dipikir-pikir, banyak sekali hal-hal yang gak masuk akal, namun lupakan itu semua, sepertinya filem seri ini memang sengaja menyuguhkan ketidak masuk-akalan ini menjadi inti dari cerita. Dan walaupun tidak masuk kategori bintang 3 (dari 5 bintang) tapi filem ini layak diikuti sampai habis, mengingat banyak sekali pesan moral yang diambil.

JANGAN MAIN-MAIN DENGAN CINTA, JANGAN SEENAKNYA BILANG SUKA, JANGAN SEMAU-MAUNYA MAKSA BERCINTA, JANGAN TAKUT DENGAN JATUH CINTA, JANGAN BANGGA MENJADI PELAKOR, JANGAN KELAMAAN BERMIMPI dan JANGAN PERNAH BERHENTI BERMIMPI.

2gether_3
Sebenarnya banyak sekali yang bisa saja gue kritisi dan mengalir deras, namun seiring berjalannya waktu, kisah percintaan memang bisa membuat kita menjadi ambyar. Terkadang kita memang akan larut dengan konflik yang dihadapi si tokoh utama, tapi di sisi lain kita tidak sadar bahwa ada kita pada diri si Tine. Ada kita pada diri si Sarawat. Ada kita pada diri orang-orang yang ada di sekitar mereka berdua. Kita bisa jadi siapa aja di tokoh perfileman yang kita tonton. Yang jelas, kita pada akhirnya punya media untuk bisa setidaknya menginterospeksi diri sendiri? Apakah kita segitunya? Apakah kita emang kayak gitu di mata orang lain?

Filem akan selalu membuat kita bertanya tanya dan menerka-nerka. Kita akan terus selamanya punya pertanyaan atas diri kita. Sampai di titik mana diri kita di kehidupan ini. Masih di titik awal kah? Tetap stag di titik tengah, atau sudah pada tahap fase di titik terakhir?

EU93PR6UwAAYfKS
Filem 2Gether memang manis. Tetapi seketika itu juga akan dengan cepat menjadi pahit. Apabila kita mengikuti episode demi episode yang kita tonton di negeri kita. Indonesia. Sebuah negeri yang keanekaragamannya dipaksakan menjadi seragam.

Buat yang sedang jatuh cinta, buat yang sedang menyandang status single atau jomblo, buat yang galau-kelamaan karena jadi bucin, buat yang tidak termasuk yang gue sebutin tadi, tonton saja 2Gether. Tapi gue gak mau tanggung jawab bila Sarawat bakal menghiasi hari-harimu yang sepi dan kelam.

Bigo dan MAMIJAHAT (part 1)

•February 6, 2020 • 1 Comment

Well, kali ini gue mau sedikit menulis soal dunia BIGO.
Apa itu Bigo?
Yup, bigo adalah sebuah layanan video streaming berbasis Android dan iOS yang saat ini masih digemari oleh pengguna khususnya dari Indonesia, Bigo Live dari deskripsinya,digunakan untuk menyiarkan aktivitas sehari-hari host/broadcaster (penyiar) ke member Bigo Live lainnya. Pada halaman muka, kita akan disuguhkan dengan beragam pilihan host Bigo yang dapat ditonton siarannya. Untuk melihatnya, kamu hanya perlu memilih salah satu dari mereka. Definisi awalnya memang sesimpel itu.

Seiring berjalannya waktu, Aplikasi gratisan yang dirilis di Bulan Maret 2016 ini nyatanya sudah banyak sekali memberikan dampak yang luar biasa bagi para penggunanya. Baik itu mereka yang terbiasa menjadi host atau mereka yang hanya ingin masuk di room live untuk sekedar melihat atau bahkan berkomunikasi langsung dengan host-nya.

Sebenarnya pengguna Bigo sangat beragam. Dari mereka yang hanya iseng hingga mereka yang memang benar-benar berniat untuk menjadikan posisi host sebagai ladang mata pencaharian untuk mengeruk pundi-pundi uang. Well, kalau ada pertanyaan caranya gimana? Hmm tentu saja ada caranya, dan bisa jadi tidak semua user bisa melakukannya. Karena kembali lagi, itu semua akan kembali kepada host yang pinter-pinternya muter otak, suguhan atau tampilan apa yang bakal dipertontonkan saat dia live. Ada yang memang menunjukkan bakat bernyanyi, menari, atraksi sirkus, dandan, menerima tantangan dari viewers, baca tarot (yang dulu sempat pernah saya lakoni ), explore tempat-tempat berhantu, berdakwah, hingga menyerempet kepada tontonan pornografi, user Bigo mungkin akan paham dengan istilah VC BURUNG.

Nah terlepas dari itu semua, disini gue akan sedikit mengupas soal sisi gelap dari aplikasi Bigo. Lumayan creepy ketika gue menggunakan kata sisi gelap, well karena sepanjang gue maen Bigo, ada banyak hal-hal yang tidak gue sadari ternyata kita bisa berubah menjadi pribadi yang menyeramkan. Pribadi apa aja itu? Gue akan mengupasnya satu persatu setajam sembilu. Tapi disini gue gak ada maksud menjadikan Bigo sebagai biang dari segalanya. Tetapi semua itu kembali kepada user-nya. Apakah kita ada termasuk di dalamnya.

Perlu digaris bawahi, alasan gue dulu maen Bigo adalah hanya sebatas iseng belaka. Tidak ada niatan lain. Hanya iseng. Itung-itung dapat temen baru. And then terjadilah gue membuat akun baru yang nickname-nya kala itu MAMIAJA. Cukup gengges sih. Karena dulu gak kepikiran nama asli. Jadi, MAMI pun sebenarnya juga kebalikan dari nama asli gue yang sengaja gue balik ejaannya. Alhasil nama gue pun gak ada yang mempertanyakan. Karena masih banyak nickname-nickname lain yang lebih absurd.

PENYUKA PRAHARA
Di tahun 2016 akhir, gue berkenalan dengan user Bigo dari Bekasi. Nickname-nya PAPIJAHAT. Oh iya, perlu diketahui bersama, di Bigo, pun terbagi-bagi menjadi beberapa lapis tingkatan kriteria. Ada yang mereka basicnya global, dalam artian bermain Bigo hanya karena memang bagian dari profesi dan pure tidak membawa-bawa identitas orientasi seksual mereka. Nah ada pula user yang memang memiliki tujuan tertentu agar punya kawan baru yang sama-sama memiliki orientasi seks berbeda. Tentu saja, gue lebih memilih pertemanan di bigo yang memang sama-sama punya ketertarikan yang sama. Sehingga mau tidak mau sudah terbentuk mata rantai lingkaran pertemanan yang menyempitkan dunia Bigo. Ada circle pertemanan yang mau tidak mau, para user pasti mengenal user yang lain karena ada hubungan entah apa dengan user lainnya. lu lagi lu lagi…

Benar banget, kami berkutat dalam circle gay users. Dimana ada kondisi, awalnya yang sekedar pertemanan bisa menjadi ajang perpacaran, hingga menuju ke ruang perlontean. Untuk yang terakhir, itu fenomena yang bisa saja terjadi pada siapa saja. jadi gak usah kaget.

Circle kita selalu dicap gudang prahara di Bigo. Semisal si A dan si B yang ternyata memiliki pacar yang sama, dan ujung-ujungnya yang satu harus mengalah dan uninstall Bigo. Namun tidak menunggu waktu lama, bakal install kembali dengan wajah baru dengan niat baru tapi masih dengan luka lama.

Ada pula kasus perebutan lakik, yang si T naksir si R, kemudian ada si H yang juga naksir si R, eh ternyata si P juga diam-diam suka sama R. nah si R ini punya teman dekat sebut saja namanya J. alhasil si J banyak didekati sama semua orang yang naksir si R tadi. Eh gak taunya si J malah suka sama salah satu diantaranya. Dan yang lebih apesnya lagi, ternyata ketika dirunut, si salah satu diantaranya yang disukai J adalah dia yang disukai R. meninggal gak tuh?

Yang lebih seru lagi kasus HALU. Banyak sekali keadaan-keadaan yang membuat para user Bigo merasa, ikutan live Bigo itu bagaikan melepas baju seragam dan mengganti seragam lainnya. Sehingga dia bisa dengan bebas menjadi dirinya atau bahkan menjadi orang lain. Karena saking sering nya berhadapan dengan kehaluan dalam bermain bigo, satu contoh, ketika ada salah satu teman yang “hanya” suka, itu bisa langsung disalahartikan menjadi CINTA. Pura-pura berakting pacaran di depan user-user lain, padahal cuman “KAIDAH” hanya etok belaka.

Beberapa user Bigo yang gue kenal pernah berkata, di dunia Bigo isinya orang Halu semua. Gue langsung menambahkan, termasuk lu juga dong. Karena gue juga menganggap apa yang dia lakukan di Bigo juga cukup halu kurasa. Mem-PHP-in anak orang. Bilang sayang, bilang cinta, namun ujung-ujungnya beberapa hari kemudian gak ada kabar. Sementara yang nun jauh disana, disaat lagi sayang-sayangnya, eh ditinggalkan. Tanpa sebab tanpa alasan. Ujung-ujungnya uninstall. Bye, katanya.

Kekejaman User Bigo tidak tanggung-tanggung. Ada mereka-mereka yang dengan jumawanya sengaja berikrar bahwa dia di Bigo hanya mencari teman, namun giliran ada satu dua tiga keindahan, ikrar dan sumpah yang pernah dia ucapkan tetiba luntur membabi buta. Ternyata rawa-rawa (kalau kata geng warintil) itu lebih gurih dari apapun. Apa salahnya jatuh cinta, tapi kan, gak perlu juga koar-koar gak mau nyari pacar dari Bigo lantaran terdiri dari orang halu semua. Giliran dipertemukan dengan satu keindahan, jiwa lonte-nya bergetar, rawa-rawa-nya bordering kencang.
Tidak semua user memang yang bisa dengan sebegitu gampangnya jatuh cinta pada user lainnya. Ada pula bagian dari mereka yang hanya bisa diam dan sekedar mengagumi. Lantas yang dia bisa apa? Hanya saweran. Bisa jadi. Karena bagaimanapun, ada strata social juga yang tercipta di dunia Bigo. Ada system yang namanya LEVELING. Setiap user akan diberikan level untuk menunjukkan seberapa dia giat-nya bermain Bigo. Semakin besar level yang dia gunakan, semakin segan orang sama dia. Ibarat kata, ada istilah ningrat atau Bahasa anak sekarang, Menter. Kalau mau menter, ya harus bisa naikkan level setinggi-tingginya. Karena di Bigo ada system saweran. Pemberian gift yang caranya adalah melakukan transaksi online pembelian merchandise untuk diberikan kepada para user yang lain. Dan akan ada penambahan poin yang menjadi indicator kapan user tersebut naik level.

Adapun mereka yang dengan sengaja menggunakan akun level rendah, yang biasa disebut level pascol. Biasanya mereka menggunakan akun pascol hanya untuk stalking atau sekedar iseng mencari tahu. Level pascol booming lantaran dulu sering digunakan oleh mereka yang sering masuk ke room VC BURUNG atau room yang ingin sekedar mempertontonkan keahliannya sebagai seorang eksibisionis online. Selain kepuasan, jumlah viewers juga bisa menjadi kementeran yang haqiqi.

Pernah suatu ketika ada room yang membuka ruang gossip, membicarakan si K, dan ternyata si K sedari awal udah ada di room tersebut yang menggunakan akun pascol, alhasil terjadilah prahara kelas B aja. Cekcok antar botita manja pun tidak terelakkan. Lagi-lagi pun kasus tersebut menjadi bahan ghibahan di room lain. Dan beredarlah pergunjingan yang memuncak. Hingga lagi-lagi, uninstall. Bagi dia yang gak kuat menjadi bahan ghibah-an.

Di dunia Bigo pun juga kadang kalanya menggunakan hukum rimba. Siapa yang kuat dia yang bertahan. Sepertinya gue tidak akan menyebutkan nama-nama akun yang punya pengaruh besar di dunia per-Bigo-an yang didominasi oleh kaum pelangi.
Semisal ada Official Host Bigo yang lagi live, pasti akan ada banyak yang masuk ke room-nya. Biasanya mereka hanya menyuguhkan aktivitas yang biasa-biasa saja. nyetir mobil pun bisa dilakukan sambil live. Makan, bahkan yang hanya tiduran atau rebahan di atas Kasur pun, dengan alasan pengen ditemenin bobok. Ada segala macam cara dan upaya untuk mengumpulkan viewers. Walaupun dari pihak Bigo sudah memperketat aturan terkait konten porno yang terkadang dijadikan konten iseng oleh para user.
Di dunia Bigo juga mengenal istilah “tetua”. Orang-orang yang dituakan dan biasanya ditunggu-tunggu live-nya hanya untuk sekedar sharing pengalaman hidup. Atau sekedar curhat. Bahkan ngadu kalau ada kejadian-kejadian yang bikin hati pilu. Para user yang masih merasa butuh dan perlu bimbingan percintaan terkadang berusaha untuk menyelesaikan permasalahannya sendiri. Namun pada akhirnya bukan hal baik, justru kejamnya Bigo pun berperan. Selalu ada saja prahara yang muncul. Hingga akhirnya jalan keluar hanyalah uninstall. Always like that.

Tapi gak semua “tetua” juga berfungsi sebagai tetua. Ada juga mereka yang tak tau diri. Ada disfungsi kepercayaan yang mereka lakukan. Awalnya para user yang masih polos meminta support, namun jatuhnya malah ditawarin “kenyamanan” yang menjerumuskan. Hingga sang user polos tadi tak punya pilihan dan terpaksa “mencintai” kepalsuan.

MAMIJAHAT

Balik ke papijahat. Sekenalnya aku dengan dia, akhirnya gue mengubah lapis family jahat di nickname belakang gue. Dari mami aja, menjadi MAMIJAHAT. Dan semenjak itu, nama tersebut setidaknya dikenal banyak user yang lain. Awalnya dulu gue hanya masuk di room-room orang, tanpa pernah mau buka live sendiri. Kalo ditanya alasannya apa? Hmmm. Ga ada alasan signinfikan sih. Itu dulu, rentang 2016-2017. Dulu hanya masuk di room orang yang sedang live, sambil baca tarot. Hingga tahun 2017 hingga sekarang sudah terbiasa untuk live sendiri dan menjadi sarang buat mereka-mereka yang ingin sekedar ngobrol atau curhat-curhat manja. Dari dulu hingga sekarang, gue selalu memegang teguh prinsip gue, jangan sampai room yang gue buka, dijadikan ajang ghibah. Ghibah pun kalau orang yang dibicarakan itu harus ada dan sesuai dengan concern. Sehingga tidak ada pihak yang dirugikan. Mengajak setiap user untuk bisa bertanggung jawab dengan apa yang dia bicarakan. Sehingga tidak gampang untuk menyebar fitnah.

IMG_8999

Lika-liku mamijahat pun silih berganti. Pernah menjadi bagian dari family grup dragon sebagai mamidragon, family selir sebagai selir mamijahat, dan sekarang masih membidani family KK yang sampai sekarang mengalami pasang surut keanggotaan.walaupun dari awal sudah dipertegas, bahwa family KK tidak seketat family lain terkait aturannya.

CURCOL MAMINYA
Selalu menjadi mami dalam arti yang sebenarnya. Menjadi mami justru semacam menggali kuburan sendiri. Bagaimana tidak, ketika seseorang sudah mengenal mamijahat itu siapa, ujung-ujungnya mereka akan memanggil mami selamanya dan itu tidak akan pernah berubah. Mau diapain juga. Serasa sudah menjadi hukum alam bahwa being mom ya harus menyayangi anak-anaknya. Kebetulan banyak user yang sebagian pernyataannya terkait mamijahat mengatakan bahwa ada titik kenyamanan yang diberikan mami yang mungkin tidak ada di user lain. Kadang gue pengen meleleh, namun pengen nangis juga, ketika kita suka sama seseorang, namun dia menganggap kita sebagai emak-nya, WTF lah pokoknya.

Itulah kenapa, sekarang pelan-pelan berusaha untuk melepas label tersebut. Ingin rasanya menemukan kembali citra haqiqi atas diri ini. Sebagai seorang Imam, bukan Mami. Menyandang MamiJahat kalau dipikir-pikir terkadang sangat berat. Ada tanggung jawab besar disitu yang mau tidak mau kita harus dituntut punya prilaku yang bisa jadi menjadi panutan dan model percontohan. Tanpa bermaksud menuakan diri, namun pada akhirnya pengalaman gue sepanjang bermain bigo menjadikan diri ini susah mendapatkan jodoh. Apapun caranya. Damned, ini sudah menjurus ke arah curcol!!!

Lamat-lamat dianggap halu pun bagi gue menjadi lumrah. Memang gue sengajakan agar mereka tak lagi menganggap mamijahat itu ada. Pelan-pelan format akan gue ubah. Menjadi pribadi yang bisa disayangi tanpa harus memerankan dewi pengasih atau perempuan welas asih yang selalu ada disetiap situasi. Terkadang lelah untuk meladeni . ingin teriak dan berkata kasar, namun tak ada guna.

Pelan-pelan melepas pangkat yang dituakan. Mencoba menjadi pribadi yang lebih asik dari yang sebelumnya. Semoga dengan bantuan sisa-sisa rasa cinta yang ada di dalam hati, gue bisa menjadi pribadi yang (masih) menyenangkan dan selalu bisa diandalkan. Tanpa harus meng-ibu-kan diri.

PESANMAMI
Untuk mereka yang menggunakan Bigo sebagai ajang pemuasan birahi, ajang pencarian rawa-rawa, ajang mengeruk “harta tanpa usaha”, dan hal-hal amazing lainnya, perlu diketahui, di dunia ini tak ada yang tahan lama, apalagi kalau hanya sekedar kementeran belaka. Semua bisa cepat datang dan cepat pergi juga. Gue pun sempat mengalami bagaimana Bigo bisa mempertemukan dengan user yang baik hati hingga bisa membawa gue pergi berlibur ke Bali, Bigo juga sempat membuat gue mengelus dada, ada banyak prahara yang ternyata muatannya bisa membuat orang kalau tidak kuat menjadi gila. Menebar kebaikan, membatasi waktu, karena bagaimanapun kita hidup ada yang namanya dunia nyata. Bukan hanya di dunia Bigo saja. Pikirkan kembali, kapan kita harus bersosialisasi dengan orang yang nyata. Bukan mereka yang dari virtual maya. Terkecuali mereka yang pada akhirnya meet up untuk tujuan baik. Memupuk tali persaudaraan, walau terkadang ujung-ujungnya bermain rawa-rawa. Karena biasanya yang menjadi pertanyaan adalah, mau sampai kapan kamu terus berada dalam lingkaran setan. Mengharapkan “saweran” dari seseorang tanpa kita ada daya dan usaha untuk memiliki pekerjaan yang lebih masuk akal.

Tidak ada yang salah dengan menjadi official host Bigo atau sekedar host yang tanpa arti. Tapi yang patut diingat, pertimbangkan waktu, konsistensi hingga kejujuran . karena kemunafikan selamanya tidak akan pernah bertahan lama bila dihadapkan pada kejujuran .

Menebar pesona untuk mendapatkan kebahagiaan yang singkat. Karena tak ada yang nyata di dunia Bigo. Semua selalu dibenturkan kepada fakta. Bahwa yang namanya perasaan dan cinta kasih tidak bisa disama ratakan. Bentukan LDR yang didasari karena wajahnya indah dan sifatnya yang baik, terus kemudian dengan sebegitu gampangnya jatuh cinta. Hingga waktu yang menjawab, ada takdir yang akhirnya mempertemukan kedua insan tersebut. Namun nyatanya, saat bertemu untuk pertama kalinya, harapan tinggal harapan. Mimpi indah tinggal kenangan. Janji-janji cinta sehidup semati seakan hanyut seperti tai di kali.

Percayalah, pola bercinta di dunia Bigo jurusnya selalu itu-itu saja.
– Menjual pesona dengan bujuk rayu dan kata-kata indah
– Mengaku tunggal tidak sedang berhubungan dengan yang lainnya
– Mengatakan selalu banyak kesibukan yang semoga bisa dimaklumi (sebagai alibi bahwa sesungguhnya ada yang lain yang menunggu untuk dihubungi)
– Terkadang intensitas dari Bigo yang dipindah ke WA/Instagram menjadi semakin lengkap, seakan ada keseriusan, yang padahal nyatanya…
– Pembuktian itu perlu, kalau cinta jangan hanya kata-kata, tapi buktikan, transfer dulu, tiket, ovo, gopay dan lain-lain… (kan biawak namanya….)
– Gak semua cinta itu benar-benar cinta. Ini kadang yang gak lulus di mereka yang terlalu gampang untuk di-halu-in. intinya, jangan gampang banget memutuskan buat AKU JATUH CINTA KEPADAMU hanya karena sudah melihat tititnya yang menjuntai saat VCS. Atau cinta hanya karena sudah terbuai oleh kata-kata indah yang menghanyutkan. BANGUN DEK!!!
– Ngumpulin pundi-pundi uang dari kantong TKW yang kerja mati-matian atau berharap belas kasihan dari juragan batubara dengan pancingan AKU SAYANG SAMA KAKAK mungkin sah-sah saja, tetapi kalau kita sendiri tau bahwa ada konspirasi yang gak adil sedang terjadi, kita bisa apa? Dimana letak keadilan sang TKW atau juragan batubara tadi kalau dia sebenarnya sedang dikerjai. Well, namanya cinta harus berkorban dong. Taip kalau gue bisa ngomong, itu bukan pengorbanan, tapi itu bukti nyata bahwa pengorbanan dan kebodohan itu bisa beda tipis.
– Percayalah pada kecurigaanmu, pada intuisimu, kalau kau memang mencium adanya kecurangan, jangan mentolerir apalagi memaklumi. Cinta itu cinta bukan dari azas kasihan, kalau kau dicintai karena dia kasihan. Itu namanya kau bukan dicintai. Tapi kau hanyalah sekedar dikasihani. INGET ITU DEK!
– Jangan percaya keempatan kedua. Dunia itu luas. Sekali dicurangi. Hempaskan. Kalau tidak, kau hanya memelihara pacar orang. Karena someday, engkau lah yang bakal dia hempaskan dari hidupnya. GAK PERCAYA, BUKTIKAN SENDIRI!
– Banyak buaya, ular, biawak, kadal, belut, anjing dan bahkan kucing di Bigo. Itu artinya banyak binatang di Bigo. Dan tau artinya kalau sudah banyak binatang? Itu artinya beruntung kau masih bisa menghayati bahwa kau bukan bagian dari mereka. Tetap gunakan hati dan pikiran.
– Bigo bukan dewa. Gak semua masalah bisa diselesaikan di Bigo. Cukup sisihkan sepersekian persen hidupmu di Bigo, sisanya ada kehidupan nyata yang harus kau urusi, bukan ngurusin urusan orang lain. Ngomongin orang lain, bahkan hingga menjatuhkan orang lain. Roda selalu berputar dek. KECUALI MEMANG KERJAANMU CUMAN MAEN BIGO AJA BERJAM-JAM
– Cinta itu urusan hati. Jadi hati-hati untuk bilang cinta. Gak semua orang punya hati bila ngomongin cinta. Pikir dua kali lah kalau sudah berurusan dengan cinta.kalau sudah sakit, nyeseknya biasanya susah ilang. Nunggu si Ono yang ngaku punya rahim lahiran anak pertamanya pun belum tentu bisa ilang. Pedih tauk!
– Terakhir, biasa aja dalam menggunakan aplikasi bigo. Jangan berlebihan. Hal yang berlebih biasanya berakhir buruk. Bigo bisa menjadi candu. Pahami dulu siapa kamu? Seperti apa dirimu, baru kau bisa putuskan, sepenting dan seperlu apa Bigo buatmu?!

Continued
07_MAMIJAHAT_HILDA

Cerpen ::: Cahyo

•January 19, 2020 • Leave a Comment

Orang memanggil saya Cahyo. Yang artinya cahaya. Tapi kenyataannya, saya tidak secahaya itu. Kehidupan saya suram. Kelam. Bahkan cenderung gelap. Sepertinya, orang tua saya tergesa-gesa memberi nama. Mengingat, konon katanya, disaat saya lahir, suasana listrik padam, minus penerangan. Beruntung katanya ibu melahirkan normal. Bapak saya teriak-teriak, “kasih cahaya-kasih cahaya” ibu saya malah balas teriak sambil menahan rasa lelahnya yang sangat, “namanya Cahya, Cahyo”

Cukup tentang asal usul nama saya. Mungkin hari ini, saya akan sedikit bercerita tentang secuil kehidupan saya. Bagaimana akhirnya hingga saya bisa menginjakkan kaki di tanah Jakarta. Cerita ini mungkin bisa jadi panjang, tapi saya akan dengan sengaja mengemasnya menjadi pendek.

Percaya saja kalau saya di kampung adalah guru ngaji anak-anak sekolah dasar. Tapi saya tentu saja bukan guru resmi sekolah dasar. Karena saya memang tidak punya ijazah untuk mengajar. Jenjang sekolah saya berakhir di SMA. Pernah kerja di pabrik sarung tenun. Dua tahun. Lantas lanjut menjadi Satpam di ruko-ruko depan alun-alun. Bertahan dua bulan. Dua kali kemalingan. Lantas dari pada menganggur, ngajar ngaji di masjid samping rumah, Alhamdulillah, yang namanya rejeki selalu saja ada. Walau berat berkata bosan, tapi niat ikhlas masih terus menjadi pegangan. Ibu saya selalu meyakinkan saya, bahwa di kampung tempat saya tinggal, saya lah yang paling beruntung. Karena pernah pergi ke tanah Mekkah.

Mungkin ibu suka dengan takdir saya. Tapi berbalik dengan itu semua. Saya benci dengan semua keadaan ini. Saya bisa ke Mekkah karena Mas Dayat. Warga pendatang di kampung saya. Kaya raya dari keluarga berada. Punya segalanya. Istri dan dua anak perempuan. Yang kedua-nya belajar mengaji kepada saya.
Mulai dari sini, saya akan bercerita, kenapa saya bisa pergi ke Mekkah.

TPA di Masjid memang benar-benar saya yang mengelola sendirian. Awalnya hanya saya guru mengajinya, namun lambat laun bertambah-bertambah hingga ada tiga guru ngaji. Awalnya tidak berbayar, hingga akhirnya disarankan oleh ibu-ibu warga kampung untuk berbayar. Sebagai bentuk apresiasi karena sudah mengajar mengaji. Awalnya saya tolak dengan baik-baik, akan tetapi ibu saya menyarankan untuk diterima saja. Terkadang tuhan memberikan hal baik dari hal yang baik juga. Akhirnya saya menerima itu semua. Dan jadi lah berkembang segala fasilitas pengajaran. Tidak ada yang berkeberatan. Semua pun akhirnya berjalan lancar.

Hingga pada suatu ketika, Seorang laki-laki dewasa datang bersama dua anak perempuannya datang menghampiri sekat kelas saya mengajar.
“Assalamualaikum”

Saya berhenti sejenak dan menyuruh anak-anak belajar sendiri dulu. Saya menghampiri lelaki itu.

“Wa’alaikumsalam…”

“Dengan Ustadz Cahyo?”

“Bukan, bukan Ustadz, panggil Cahyo saja Pak”

Lelaki itu tersenyum sambil menganggukkan kepala, pertanda dia setuju bahwa dipanggil Ustadz itu sangat berat sekali pertanggung-jawabannya.

“Ini, mau daftarin mereka belajar mengaji!”

“Oh iya, Saya Dayat”

“Saya Cahyo”

“iya tadi sudah dikasih tahu”

“oh iya.”

Mendadak wajah saya memerah padam. Pantulan kaca jendela masjid seakan-akan mencaci saya sedemikian rupa. Betapa terlihat bodohnya saya ketika harus berhadapan dengan orang asing. Dan entah kenapa seakan-akan semua aliran darah dalam tubuh ini terhenti.

“Masih bisa daftar kan pak Cahyo?”

“Oh masih kok.”

“kebetulan kalau mengaji disini, bisa lulus kalau sudah lancar membaca Al Quran dan hapal dengan beberapa doa-doa serta terjemahannya.”

“Wah bagus kalau begitu”

“Insya Allah”

Sebelum lebih jauh membahas anak Mas Dayat yang belajar mengaji, saya sedikit membocorkan sebuah rahasia. Ternyata wajah mas Dayat ini tidak terlalu asing bagi saya. Entah pernah jumpa dimana. Mungkin kah hal ini yang membuat saya menjadi salah tingkah. Rupanya Mas Dayat membaca gelagat saya. Dia lantas menyarankan untuk melanjutkan mengajar. Saya mengiyakan. Bersalaman. Mas Dayat berpamit, sembari menitipkan kedua anaknya.

“mohon bantuannya ya Pak Cahyo.”

Saya lantas mengangguk dengan setengah bergumam, “tampan”

Mas Dayat pergi. Saya kembali mengajar. Anak-anak kembali tenang setelah dari tadi berisik bagai tawon-tawon yang kehilangan ratunya. Kuperkenalkan dua anak Mas Dayat kepada santri-santri lainnya. Kembar ternyata. Baru sadar. Mirip bapaknya. Kurasa. Pasti ibunya cantik. Bisa jadi.

Di warung makan mak Ani, saya menyeruput secangkir kopi. Pagi itu sepertinya berbeda dari pagi-pagi biasanya. Gossip yang sudah saya himpun dari berbagai sumber, menangkap informasi yang penting. Rupanya, Mas Dayat ternyata menempati rumah lama Pak Dirman, mantan RT di kampung yang pernah terlibat skandal perselingkuhan dengan asisten rumah tangganya sendiri. Hampir setahun rumah itu kosong. Tak berpenghuni. Hanya sekali-sekali terlihat beberapa orang yang mengamati rumah itu. Entah mau dibeli atau hanya sekedar melihat saja.
Hingga pada seruputan terakhir, muncul mas Dayat di belakang pas saya duduk menikmati kopi. Aroma tubuhnya wangi memancar ke segala ruang. Bau gorengan ikan asin mendadak malu menyentil hidung. Entah wangi parfum apa yang dia gunakan. Seketika raga saya langsung menggelinjang.

“Mas Dayat?”

“Pak Cahyo, iya nih mau makan di warung aja, ibunya anak-anak lagi sakit.”

“Cahyo aja. Belum bapak-bapak lho ini… masih mas-mas”

Mas Dayat tertawa lepas. Tanpa kusadari tangannya meremas pundak saya. Hangat. Membuai saya kepada alam mimpi yang menohok imajinasi. Hanya halusinasi.

Kenyataannya Mas Dayat sudah duduk di samping saya sambil menikmati hidangan makanan yang saya sendiri tidak tahu kapan dia bisa memesan makanan secepat itu.

“Makan mas Cahyo!”

“iya. Selamat makan Mas…”

Rupanya mas Dayat bukan tipikal orang yang makan harus diam menikmati atas apa yang dia makan. Dia doyan sekali ngomong. Apa aja dia omongkan. Sampai-sampai nasi sempat muncrat-muncrat ke wajah saya.

Untung kamu cakep”, celoteh saya dalam hati.

Dari membahas kerjaannya hingga membahas pengalaman dia yang pernah dibaringkan di meja bedah gara-gara ada gunting yang tertinggal di dalam perutnya. Dan lama-lama semakin diperhatikan semakin lucu bentukan mas Dayat. Semakin menyenangkan dan saya menemukan kenyamanan. Aku senang berada di dekatnya.
Mas dayat buru-buru pulang setelah menerima nasi bungkusan yang dia pesan. Dia bayar. Menerima kembalian. Dan sekelebat langsung menghilang. Hanya meninggalkan suara dia dari kejauhan.

“maen aja ke rumah. Kalau ada waktu!”

“SIAP 86!”

Percaya tidak percaya, kami jatuh cinta. Saya cinta dia, dan dia cinta saya. Katanya. Kalau saya sih memang benar-benar cinta dia. Entah dia bagaimana. Jangan heran bila tiba-tiba kami sudah saling jatuh cinta. Bagaimana tidak jatuh cinta. Mas Dayat yang selalu mengantar anak-anaknya pergi mengaji. Kemudian kalau tidak ada kerjaan dia malah menunggui sembari menatapi wajah saya yang entah ada apanya hingga dia mau-maunya berlama-lama menunggu. Saya pernah besar kepala. Tetapi malah oleh dia saya diejeknya.

Dulu, awalnya saya hanya menganggap dia kakak semata. Namun waktu seiring berjalan, ungkapan kakak hanya sekedar modus belaka. Bagi saya. Bagi dia pun, awalnya menganggap saya adiknya. Adik dari mana, kulit dia putih bersih sementara saya coklat eksotis penuh pesona. Pada akhirnya kami berdua hanya sepakat sama-sama untuk saling ingkar, bahwa dari awal ketemu pun kami sudah ada rasa. Hanya saja rasa itu masih sekedar rasa hampa.

Mencintai saya tidak mudah, tidak butuh hanya Assalamualaikum saja. Dan hebatnya, mas Dayat tahu formulanya. Untuk bisa meluluhkan hati saya. Entah radar apa yang dia gunakan hingga bisa tahu siapa saya sebenarnya. Tampilan saya sebiasa saja. Tidak lebih. Tidak mencolok. Biasa saja.

Hingga pada suatu ketika, saat saya sedang singgah di rumahnya gara-gara dia butuh bantuan untuk mendekorasi ruang untuk acara pesta ulang tahun ke dua anaknya. Saya datang dengan kemampuan menghias yang ala kadarnya. Berbekal dari tontonan youtube, saya menampung banyak sekali ide, dan alhasil ruangan terhias dengan cukup cantik. Menurut saya. Kami berdua lelah, walau sebenarnya dibantu sama asisten rumah tangganya juga.

Saat istirahat, tetiba mas Dayat memanggil-manggil nama saya. Entah sejak kapan dia sudah berada di dalam toilet kamar mandi belakang. Kuhampiri. Kutemukan dia hanya bersuara dari balik pintu. Disuruhnya saya masuk ke dalam. saya masuk, tapi tidak lupa lihat-lihat keadaan. Masih sepi. Saudara-saudara dia masih belum berdatangan. Istrinya masih di tempat kerjaan. Aman. Saya masuk pelan-pelan.
Mas Dayat mengunci pintu. Dengan erat tubuh kami saling beradu. Dipeluknya saya penuh erat. Tubuh yang ringkuh ini susah menghimpun napas. Dia melihat gelagat. Merenggangkan pelukan. Dan meninggalkan bekas pelukan. Tidak berhenti sampai disitu. Lanjut. Dia menanggalkan kaos saya dengan membabi buta. Tidak sabar saya rasa. Matanya sayu mencumbu tatapan saya yang membisu. Dia menciumi tanpa henti. Dari bibir pindah ke pipi. Lanjut ke leher hingga belakang telinga. Turun ke bawah mendarat di dada. Puting saya yang tidak seberapa pun menjadi korbannya. Alangkah nikmatnya kesakitan ini. Saya dihajar dengan cinta, mungkin begitu maksud perbuatannya. Diremas pantat saya sedemikian rupa. Apa enaknya coba. Saya membalas meremas miliknya tidak kurasakan apa-apa. Naluri saya lebih baik meremas apa yang bisa membuat saya gemas. Dia semakin buas dan tambah beringas. Lama-lama saya dibuatnya lemas berdiri. Karena mengeras, saya membelakangi. Dia pun tahu diri. Saya dihujani hentakan-hentakan penuh energi. Ada kekuatan tersembunyi. Tak kusangka dia sehebat Ini. Ada bibirnya yang berbisa lamat mengucap, “Mas sayang kamu!”

Seketika itu juga saya mendesah. Kata-katanya sungguh luar biasa. Jiwa saya meronta-ronta.

“Mas, kalo sayang, saya bisa bilang apa?”

Mendadak mulut saya dibungkam. Gerakannya semakin liar membabi buta. Jelas-jelas saya dihajar mentah-mentah. Lemas sudah tak berdaya. Saya menyerah.

“Sudah!”

Lantas kehangatan itu mengalir pelan membasahi kulit. Mas Dayat tersenyum puas. Lamat-lamat dia berbisik di telinga, “Terima kasih ya.”

Sembari membersihkan diri, saya mengangguk pedih. Sisa-sisa perjuangan dalam menegakkan cinta dan keadilan telah hilang. Saya keluar sembunyi-sembunyi. Takut ada Dara dan Rara yang memergoki. Mereka berdua selalu curiga kalau kami bercengkerama berdua. Bahkan ibu mereka saja tidak pernah ada waktu untuk berdua dengan bapaknya. Sementara saya seperti punya kuasa untuk mengatur waktu Mas Dayat ada selalu untuk saya. Alangkah hebatnya guru ngaji ini. Batin saya membanggakan diri.

Setelah kejadian itu, saya dua minggu tidak pernah sekali bertemu muka dengan mas Dayat. Entah. Saat itu kita tidak sedang saling mencari. Kita juga tidak sedang saling merindu. Kita hanya saling jual mahal. Padahal kangen setengah mati. Tersiksa. Pasti.

Berpapasan di jalan pun tidak saling berpandangan. Pura-pura tidak tahu. Padahal malu telah saling berbuat sesuatu. Yang menciptakan rindu menjadi semakin rancu. Antara sayang atau nafsu.

Hingga suatu ketika, saat hasrat semakin menggebu untuk bertemu, Mas Dayat datang ke rumah. Disambut Ibu yang sedang menyulam taplak meja tamu. Ibu selalu saja ramah bila melihat mas Dayat main ke rumah. Urusannya selalu beralasan karena ponselnya rusak. Ibu selalu memulai tanya.

“rusak lagi?”

“Iya. Habis jatuh.”

“Sudah minta ganti itu.”

“Sepertinya begitu”

Di ruang tamu, Ibu memilih pindah ke depan layar kaca. Menyaksikan sinetron yang dia tidak suka tapi masih saja diikutinya. Sementara saya dan mas Dayat mulai semakin tidak jelas dengan maksud semuanya. Dia hanya diam menunggu saya menyapa duluan. Sementara saya, harus bilang apa. Hingga akhirnya dia membuka obrolan. Menanyakan kenapa saya berhenti mengajar mengaji. Saya tidak mau memberi jawaban.

“Malu aja!”

“kok malu?”

“Masih begini-begini aja dari dulu.”

“Padahal saya mau ngajak kamu umroh bareng.”

“……”

“Iya serius! Tapi kamu udah gak ngajar lagi ya?”

“…..”

“Jangan dengerin apa kata orang!”

Seketika mataku merasa pedih. Entah seperti kemasukan sesuatu. Sejenak ada linangan air mata. Saya menunduk pasrah.

“Kok malah nangis. Dara sama Rara masih pengen belajar.”

“Saya bingung mas. Orang-orang masih saja ngomongin saya. Saya capek.”

“Ya udah gini saja, Mas minta semua data identitas kamu. Besok temenin mas daftar umroh!”

Dan rumor keberangkatan saya umroh sudah menyebar kemana-mana. Semakin panas pula orang-orang yang kemarin pernah menjatuhkan saya. Namun semakin banyak orang-orang yang mulai terlihat menjilat dan menunjukkan wajah palsunya. Setelah diremehkan, kini disanjung-sanjung. Mungkin alasan ini lah mas Dayat mengajak saya Umroh. Tapi saya berharap dia niatnya hanya sebatas ibadah. Atau bisa jadi memang niat cinta dia kepada saya. Dibuat besar kepala lagi saya olehnya.

Genap tiga bulan lewat. Setelah pulang dari tanah Mekkah. Semuanya kembali seperti semula. Saya kembali mengajar dengan kembali dihajar oleh sebagian warga yang kurang suka dengan saya. Katanya saya korupsi. Katanya saya dipelihara om-om.

Dan mas Dayat semakin dekat dengan saya. Sangat dekat. Bahkan dia sudah tidak sungkan lagi main ke rumah. Denga tanpa alasan. Main saja. Seakan lupa anak dan istrinya. saya pun menjadi semakin cinta. Lebih dari sayang. Ibu curiga. Saya terserah. Ibu diam saja. ya sudah. Hubungan kami sepertinya sudah tidak lagi begini-begini saja. sebuah hubungan yang lebih. Entah kenapa baru kali ini aku merasakan sangat disayangi dan dicintai. Mas Dayat memberi bahagia. Dan saya bersuka cita merayakannya. Dan untuk pertama kalinya, Mas Dayat bersenggama dengan saya di kamar. Melumat segala rasa yang ada. Merengkuh rindu-rindu yang dulu tidak terbayar. Kami pun sadar, bahwa cinta memang begini adanya.

Besoknya mas Dayat datang ke rumah. Dengan baju kerjanya. Mampir alasannya. Saya yang masih tertidur hanya mendapat pesan dari Ibu. Mas Dayat ada tugas di luar kota. Di Banjarmasin katanya. Dia menitipkan Rara dan Dara kepada saya.
Saya sempat marah kepada Ibu. Kenapa saya tidak dibangunkan saat mas Dayat ada di rumah. Namun saya mencoba untuk tenang. Mas Dayat pasti punya alasan. Dan alasannya pasti itu.

cant-sleep-phone-number-1024x704.jpg.optimalTernyata kepergian mas Dayat membuat saya tidak tenang. Saya uring-uringan. Rasa rindu yang hanya bisa dibalas dengan telfon-telfonan hanya membuat saya semakin keluh. Cinta tidak begitu kataku. Saya marah kepadanya. Mas Dayat menyalahkan keadaan. Saya membenarkan keegoisan. Walau ujung-ujungnya saya harus sadar. Bahwa tidak ada yang salah dengan semua ini. Dan lebih baik saya memilih pergi. Kalau pun cinta pasti akan kembali. Untuk sementara, saya memilih Jakarta. Tetapi tidak untuk menjadi guru ngaji. Ada pekerjaan yang lebih baik dan sesuai dengan cita rasa saya. Dan saya masih percaya, apa yang saya lakukan sampai sekarang, ini tidak untuk selamanya. (iwd)

Cerpen ::: Panggil saja Alex

•January 13, 2020 • Leave a Comment

Orang memanggilku Alex. Sesederhana itu aku mempunyai nama. Dan semenjak aku hidup di Jakarta, nama itu yang selalu kugunakan untuk memperkenalkan diri. Beberapa diantara mereka tidak tahu, nama asliku Shamsudin. Tapi kebanyakan mereka tidak peduli. Mereka lebih butuh jasaku ketimbang namaku. Terlebih, aku cukup punya mutu, sehingga nama Alex sepertinya layak ketimbang Shamsudin.

Tanpa bermaksud mendeskreditkan nama seseorang, namun kenyataan selalu berkata demikian. Alex lebih dominan dan sangat pasaran ketimbang Shamsudin atau Iman.

man-in-bed

ilustrasi

Di usia yang hampir menginjak kepala tiga, aku masih merasa mampu untuk menekuni pekerjaan yang susah aku tinggalkan. Menjadi mesin pemuas nafsu lelaki-lelaki. Semacam gigolo. Namun aku tidak meladeni permintaan perempuan. Hanya laki-laki. Entah kenapa, sampai kini, aku menganggap ada yang salah dengan beberapa bagian dari otakku. Tapi lambat laun, yang kudapatkan sekarang adalah rasa penyesalan karena sebagian hidup aku habiskan hanya untuk memikirkan jawaban tentang hal yang tak perlu dipertanyakan. Semua aku kembalikan kepada kenyamanan. Tidak mungkin salah, kalau masih saja aku lakukan terus menerus, bagiku salah dan benar itu relative. Tergantung dari sudut pandang mana kita melihat dan merasakannya.

Sudah hampir 6 tahun aku bermukim di Jakarta. Daerahku dulu berpindah-pindah. Dari Surabaya, aku ke Jakarta berbekal informasi dari kawan sekolah dulu yang sudah menetap lebih dulu di Jakarta.

Awalnya, aku tinggal di daerah Tebet. Tebet pinggiran. Menyesuaikan keadaan kantong kala itu. Kerja pertamaku menjadi Office Boy di salah satu Lembaga Sosial Masyarakat di daerah Tebet. Saat itu, yang ada di dalam kepala aku adalah, kerja dan pegang uang.

Hampir dua bulan menjalani kehidupan yang sepertinya tidak ada putusnya. Selalu berlanjut. Saat itu hari libur hanya minggu sore. Minggu pagi aku habiskan untuk bermalas-malasan, tidur sepulas kucing hingga merasa bahwa tidur sudah cukup melelahkan hingga terbangun, dan disitu lah aku bisa merasakan kalau kehidupan aku mulai tersambung kembali dengan rutinitas yang mengharuskan aku untuk mencuci baju, membersihkan kamar kos dan kalau sempat, tidur lagi.

Hingga suatu ketika, ada salah satu karyawan kantor yang nyeletuk polos kepadaku saat ngobrol istirahat siang. Saat itu hanya tinggal kami berdua saja yang masih di dapur. Karyawan lain sudah balik ke ruangannya masing-masing. David, nama karyawan itu mulai menunjukkan wajah serius.

“Gue gak yakin kerja kamu cuman jadi OB aja? Jangan-jangan kamu nyamar ya Mas Din?”

“Nyamar gimana mas?”, tanyaku heran.

“Kamu tuh cakep, gue dari dulu gak pernah percaya kalo kamu itu OB!”

Kemudian David mulai mendekatiku takut-takut sesekali mencoba memegang lengan aku.

“Lihat deh, badan kamu ini proposional banget, kamu bisa jadi model sebenernya”

Pelan-pelan aku menepis sentuhan David dengan sopan. Namun David tidak menyerah begitu saja, dia lantas menatap wajahku tajam.

“Beneran, kamu tuh cakep, serius, gue gak bohong Mas Din!”

Seketika itu juga, aku langsung merasakan suasana yang canggung. Dalam hati aku yang ada hanya suara-suara sumbang yang mengatakan bahwa David sedang tidak beres. Mungkin dia mabuk. Walau aku tidak mencium bau alcohol dari dalam mulutnya. Aku pamit meninggalkannya sembari mengemasi piring-piring bekas kudapan gorengan sisa rapat yang sudah kosong menyisakan tiga cabe rawit.

Walau berusaha untuk melupakan, perlakuan David kala itu masih membuat aku terngiang-ngiang. Masalah baru telah datang, pikirku.

Semenjak kejadian itu, David selalu ramah dan berbeda dari sebelum-sebelumnya. Terkadang aku jadi salah tingkah dibuatnya. Padahal menurut desas desus, pribadi David di kalangan karyawan lainnya dikenal cukup tertutup dan susah diajak gabung. Tapi entah kenapa, denganku kemarin, dia merasa berbeda dari apa yang diomongkan orang-orang.

Pernah suatu kali, David menawariku makanan yang sengaja dia masak dari rumahnya. Pikiran aku terlalu polos saat itu. Aku terima pemberiannya. Tidak ada sama sekali terbersit pikiran negative yang aku sematkan kepadanya. Aku memakannya dengan suka cita. Beruntung di hari yang bertanggal tua, ada seseorang yang ikut membantu meringankan beban kebutuhan perutku.

Lama-lama dimataku, ada semacam rasa sesuatu yang berbeda dari biasanya. David terlihat luar biasa. Entah karena apa. Aku merasa sesak bernapas. Seakan ada gejolak yang hadir tanpa permisi. Aku hanya bisa terduduk di kursi. Mendadak lemas berdiri. Aku lupa punya jantung, karena bibirku pun ikut berdecak. Seakan-akan darahku hendak semburat. Sepertinya semua bermuara pada satu titik. Aku merasakan ada yang mengeras sekaligus menegang. Diantara selangkangan ada yang menggelinjang. Ada apa dengan diriku?

David tetap luar biasa. Sepertinya dia memunculkan pesona dari biasanya. Atau jangan-jangan ini semua efek dari susuk sakti yang digunakannya. Tapi tidak mungkin juga, David terlalu kota untuk masih bisa mempercayai hal-hal yang bisa membuat seisi kantor tertawa terbahak-bahak semuanya. Tanda Tanya besar. ADA APA DENGAN DAVID?

Semenjak fenomena jantung berdebar bila didekati David, rasa-rasanya berangkat kerja adalah suatu hal yang paling berat dalam hidup. Ketakutan ataukah perasaan yang aneh? Baru kali ini aku mendapati kebingungan yang luar biasa. Jangan-jangan aku jatuh cinta. Pada orang yang salah. Pada manusia yang salah. Kenapa David?

Jarak kosan dengan kantor bisa aku tempuh dengan berjalan kaki. Sekitar satu kilometer setengah. Terkadang ada tumpangan dari tetangga kosan yang kebetulan mau berangkat kerja. Lumayan menghemat tenaga. Tapi sering juga lebih memilih jalan kaki. Bila merasa tubuh kurang gerak dan ingin sembari cuci mata. Karena sepanjang jalan menuju kantor biasa aku jumpai pemandangan yang cukup menghibur.

Tapi entah kenapa, perjalanan ke kantor akhir-akhir ini terasa kosong. Yang ada malah bayangan David yang selalu menghantui. Senyumnya tiba-tiba muncul dan serasa membawaku untuk bersegera bertemu dengannya. Namun semakin kusangkal semakin menyakitkan. Aku tidak bisa menghapus bayangannya. Kenapa?

Percayalah. Tiap kali berangkat kerja, aku selalu merasa bahagia. Seakan-akan ada rasa yang bakal meledak bila aku tak juga berangkat kerja. Yang biasanya jarak kutempuh menghabiskan waktu 25 menitan, kini 15 menit sudah standby di kantor. Membersihkan segala apa yang harus aku bersihkan. Merapikan segala apa yang harus aku rapikan. Menyiapkan segala apa yang harus aku siapkan.

Gelagatku mencurigakan kata Pak Anwar. Lebih rajin dan cukup menyenangkan. Beda dengan yang kemarin-kemarin. Dia memberi ucapan selamat. Ketika aku tanya selamat atas apa, dia hanya menjawab dengan menepuk bahuku. Aku hanya bisa tersenyum membalas wibawanya yang tak pernah lepas dari tatapan wajahnya.

Hingga tetiba David muncul dari belakangku sembari menepuk pundakku.

“Mas Udin orang jawa kan?”

“Hah? Iya “

David kemudian menyodorkan ponselnya kepadaku. Terbaca di layar pesan yang berisi tulisan-tulisan yang otomatis aku mengenalinya. Tulisan berbahasa jawa.

Gusti Allah mboten sare. Putus wae. Matur suwun!

“Arti semuanya apaan?”

Mata David memerah. Dia menarik kursi sekenanya. Dan seketika duduk dengan lemasnya.

“Putus kan?”, suaranya setengah memelas.

Aku hanya bisa membalas dengan mengangguk saja. Entah aku musti bagaimana. David mulai meneteskan air mata, walau Nampak sangat berusaha keras untuk menahannya agar  tidak terlihat melinang di pipinya. Entah apa yang membuat aku refleks mengambil tisu di atas meja dapur. Kuberikan pelan-pelan kepadanya. Namun dia hanya diam saja. Spontan saja aku langsung dengan lancang mengelap air matanya.

“Buruan dilap air matanya, malu sama yang lain.”

“Atau kalo masih mau nangis, di toilet belakang ajah, jarang ada yang make disana.”

Seketika David tersadar. Dia langsung meraih tisu yang ada ditanganku. Dan buru-buru meninggalkan ruangan menuju ke arah toilet.

Aku canggung kalau berada di posisi ini. Entah apa yang harus aku lakukan. Tapi yang jelas, tanpa kusadari, kakiku malah melangkah menuju ke toilet tempat David menyembunyikan diri.

Toilet belakang memang jarang sekali dikunjungi semua karyawan. Kebanyakan mereka memilih toilet yang ada di ruang tengah. Selain karena lebih terang dan nyaman, toilet ruang tengah cukup wangi. Pak Anwar pernah menegurku, dia tidak mau toilet bau. Semenjak teguran itu, aku tak pernah absen memberikan wewangian dari berbagai medium. Parfume spray, dupa aromaterapi dan pewangi kloset.

Di dalam toilet, David menyandarkan tubuhnya ke tembok porselin. Pencahayaan yang hanya memanfaatkan sinaran matahari dari arah ventilasi menciptakan kesan sendu yang mendayu. Aku masuk dan mendekat . David menyadari kedatanganku. Aku hanya bisa menatapnya dengan penuh tanda tanya. Apa yang harus aku lakukan?

Seketika David menatapku sambil berlalu. Dalam hatiku, ada anggapan David sudah kembali tenang. Dan siap kembali bekerja. Namun saat aku balik badan, aku masih melihat dia masih ada di depan pintu yang sudah setengah terbuka. Terdiam. David menutup kembali pintu dan menguncinya. Lantas menghampiriku dan memelukku erat. Kaget bukan kepalang. Aku hanya bisa diam tak lantas bisa berbuat apa. David sesenggukan menahan tangis. Pelukannya makin erat. Entah kenapa dibalik itu semua, aku merasa ada sesuatu yang hangat. Aku mencuri pandang kea rah David, dan ternyata David pun pelan-pelan menatap aku. Ketika mata kami beradu pandang, aku kalah. Aku kuwalahan. Aku salah tingkah. Aku kebingungan.

Tiba-tiba tangan David sudah mendarat di pipiku. Dia menyentuhku dengan segala kehangatan dan pengharapan yang nyata. Seakan ada bisikan di kepalaku yang menuntunku untuk menyambut sentuhannya.

Dadaku yang menyimpan jantung berdetak seakan-akan sudah tak kuat lagi menahan getaran jiwa yang ada. Sepertinya dia tahu, bahwa aku menyimpan rasa yang hebat.

David mendorongku pelan-pelan ke dinding. Seperti kem bali menegaskan, bahwa David masih menguasai tubuhku. Tangan yang tadi menyentuh pipi, kini bergeser ke tengkuk leher. Pelan-pelan dia mengarahkan kepalaku untuk segera menghampiri bibirnya yang merekah merah muda.

Entah setan apa, kami berciuman dalam keheningan. Aku merasakan sensasi yang luar biasa. Walaupun banyak perasaan yang membingungkan, namun ada satu perasaan yang sangat membahagiakan. Aku membalas ciuman David dengan segala upaya. Rupanya dia pandai memainkan rasa. Ciumannya indah. Aku merasakan kehangatan yang pelan-pelan memanas di sekujur tubuh. Organ vital badan yang lemas pun seakan-akan terhipnotis untuk menjadi ganas. Aku mendadak hitam seketika. Kutepis semuanya dengan segala apa yang ada. David terhempas ke belakang. Lantas aku diam. Dia diam. Kami sama-sama diam. Tapi memang benar. Diam itu menyebalkan. Tak lama, aku merebut kembali raganya. Kupagut sedemikian rupa. Kulucuti apa yang bisa kulucuti. Kutelanjangi apa yang bisa kutelanjangi. Kami sama-sama lepas busana. Aku hanya pasrah melihat David yang dengan begitu lincahnya memainkan peran utamanya. Kita berdua sepakat tanpa mengeluarkan kalimat-kalimat untuk saling memberi nikmat.

“Alamat! Kalau ketahuan Pak Anwar, aku bisa tamat!”

Kini, kalau aku melewati daerah Tebet, pasti akan teringat bayang-bayang David. Ada dimana dia sekarang. Masih tajam ingatanku soal bujukan dan rayuan dia yang menjerumuskan aku untuk menjadi lacur lanangan. Kita pernah jadian, pacaran dan satu kontrakan. Hidup satu atap awalnya menyenangkan, namun pelan-pelan menjadi ancaman. Pelan-pelan aku jadi tahu siapa David. Mulai terkuak keburukan-keburukannya. Yang terlibat kasus utang piutang dan penggelapan dana kantor. Hingga dia di pecat, sementara aku pun lama-lama memilih resign dan pindah ke pekerjaan yang lain.

Hingga kami berdua sama-sama nol pemasukan. Namun hutang harus segera dilunaskan. Kami berdua kuwalahan. Aku yang masih sayang, memilih untuk tidak memisahkan diri. Tetap berjuang. Kala itu aku masih percaya bahwa cinta itu ada. Kala itu.

Sampai pada waktunya, aku menawarkan David untuk merelakan diri ini menerima jasa pijat panggilan. Yang tidak biasa. David mengiyakan. Aku menyesalkan. Tapi tetap kulakukan.berbekal ilmu pemijatan dari kampung, aku memasarkan jasa lewat aplikasi social media. Dari kitab kuning hingga facebook dan twitter.

Entah setan apa, aku melakukannya demi Dia. Beberapa kawan yang sudah menjadi dekat akhirnya menjauh selepas tahu apa yang aku kerjakan. Di mata mereka hina. Aku tak mengapa. Biar saja. Demi cinta. Selalu begitu ketika aku berkilah. Ini tidak untuk selamanya. Dan untungnya, aku disadarkan oleh kejamnya dunia. Bahwa hidup di dunia, selain mengandalkan mata hati, jangan pernah lupa untuk menggunakan mata yang sesungguhnya. Meninggalkannya memang menyakitkan dan tapi harus kulakukan.

Dan nyatanya, sampai detik ini, aku masih bergelut dengan dunia yang masih sama. Dibilang lonte, kucing, gigolo, pelacur sudah biasa. Hidup tidak melulu soal label terkait apa yang kita kerjakan. Bagiku, hidup hanya lah masalah waktu. Dan aku masih percaya, apa yang aku lakukan sekarang, ini tidak untuk selamanya. (iwd)

Freelancer yang gak free

•October 28, 2019 • 1 Comment

Pertama kali yang terbersit di pikiran gue saat hendak menulis di blog ini setelah sekian lama gak nulis, “kayaknya gue harus berkemas dan meninggalkan Jakarta”

Seputus-asa-nya itu lah gue sekarang. Berada pada posisi yang kalau dalam rantai kehidupan, gue sangat-sangat berada pada level yang paling bawah. Level kemiskinan haqiqi yang gak perlu dapat sertifikat dari pemerintah, cukup diendus aja, orang udah tau kalo gue lagi kere. Tapi tak mengapa. Roda sedang berputar dan gue memang dalam kondisi di bawah. Jadi ya nyantai aja.

Tapi pertanyaannya, emang gue bisa nyantai sampai kapan? Ambisi dua bulan lalu, balik ke Jakarta untuk mencari makna kehidupan. Gak mau-mau lagi bekerja di Organisasi atau lembaga non pemerintah yang jobdesk nya ngurusin part of masyarakat yang terpinggirkan. Syudah lelah gue, tapi bukan berarti sudah gak mau bantu-bantu. Soalnya, energi buat ngurusin jiwa raga gue juga mengalami kekurangan dan kemunduran. Fase sekarang ada fase dimana gue bisa paham betul gimana merasakan apa yang namanya hampa dan kosong. Mendadak apa yang sudah pernah ada buat gue, siapa-siapa saja yang sudi bertahan berteman dengan gue itu semua terbaca dan terlihat.

Memang benar-benar dahsyat kekuatan dari sebuah kejayaan. Ada masanya, kita dipuja dan di”tempel” atas apa yang bergelimang di sekeliling kita. Tetapi giliran yang bergelimang hanya sebatas hayal kehaluan. Pergilah satu persatu. Begitulah kehidupan bukan?

Mengaku freelancer di Jakarta itu rupanya cukup menyeramkan. Sudah dimodali skill apa aja kau hingga yakin bisa survive di Jakarta? Pertama, gue editor, walau gak handal-handal banget, pernah bikin film pendek, dokumenter, video kampanye dan vlog. Handle medsos beberapa organisasi, lembaga, festival film dan beberapa selebriti yang masih hijau. Di samping itu juga ada konsultan baca tarot. Untuk kawasan Jakarta dan sekitarnya saja. Dan kalau lagi beruntung, selalu dapat tawaran jadi cameo atau figuran di beberapa produksi film-nya teh nia (baca: Nia DiNata). Dan semuanya pelan-pelan mulai merangkak pada jalurnya masing-masing.

Untuk tarrot reader, awal kedatangan ke Jakarta, jadwal konsultasi penuh dan lumayan, walau beberapa mulut-mulut miring mencibir, namun ya hay, anjeeng menggonggong, helloooo siapa eluuu!! Tapi kini keadaan itu tidak bertahan lama. Ya sudah. Mungkin belum rejekinya. Paling tidak kemaren-kemaren sudah diberi kesibukan. Sekarang saatnya mengistirahatkan kata-kata. Kalo udah maunya semesta, kita bisa apa rait?

Soal editan. Nol. Gak ada yang jalan. Jalan sih, tapi di tempat aja. Tapi ya gapapa. Namanya udah usaha, mau bagaimana? Batas kemampuan kita terkadang bisa nampak terlihat jelas walo kita tak perlu bersusah payah untuk melihatnya.

Menjadi digital media officer atau yang bahasa gaulnya adalah admin sosmed sebenernya lumayan seru. Pernah pegang akun sosmed organisasi yang menaungi LGBT, dan wow, sungguh penuh pergolakan. Mau tidak mau sih kita harus menghormati S.O.P -nya. Tidak sembarangan dan semau kita juga untuk bisa berbuat seenaknya. Banyak data kawan-kawan yang mau gak mau bisa kita intip kalo kita mau. Yang jelas, dari pernah pegang admin organisasi tersebut, gue jadi paham, bahwa gak semua manusia di bumi ini bisa hidup dengan bebas, sebebas merpati putih yang katanya tak pernah ingkar janji.

Yang paling seru sih maen film. Dan alhamdulillah selalu ada peran yang diselipkan buat gue. Makasih teh…..

So, sejauh ini, definisi freelancer itu cukup seru bagi yang mampu. Tapi kalau ternyata ritme kerjanya gak beraturan, lebih baik, berpola dulu untuk sementara sebagai pekerja 9 to five, paling tidak ada jaminan tiap bulan bahwa kau masih bisa bertahan hidup. Karena kalo gak dari situ, dari mana lagi cong? Pasang iklan minta endorse di sosmed lu? Dudududuuu pernah gue lakukan. Dan zoonk….

freelance itu juga kegiatan yang memerlukan bakat. Jadi jangan semena-mena mengaku freelancer kalo gak betah digaji setelah sekian lama. Kalo gak bisa tahan denan penundaan fee yang cair. Kalo yang risih dan benci dengan revisi berkali-kali. Niscaya lah, sesungguhnya freelancer itu bukan pekerjaan atau profesi yang sia-sia.

Btw, semoga ada yang peka, bahwa gue sedang berputar layaknya roda yang berada di posisi bawah. Oh iya, buat kawan-kawans baru yang ingin melihat gue lebih dekat hingga nampak kehinaannya, bisa intip di instagram @imamie

Makasih udah mampir dan membaca tulisan yang power sekali ini. Secara, kalo gak dalam kondisi lapar mode on, mungkin ini tulisan gak bakal pernah ada… dan minta doanya semoga gue diberi kelancaran dalam menulis blog lagi ya gesss…